Selamat Hari Pendidikan Nasional! Semoga pendidikan Indonesia semakin maju dan menghasilkan generasi cerdas serta berbudi pekerti luhur. Hari Pendidikan Nasional Selamat Hari Pendidikan Nasional 2024, mari suarakan lewat mimpi-mimpi besar lewat pendidikan yang berkualitas. Hardiknas Selamat memperingati Hari Pendidikan Nasional! Terima kasih para pahlawan pendidikan yang telah mengabdikan diri untuk mencerdaskan bangsa. Hardiknas Tak ada kunci keberhasilan yang lebih mujarab selain pendidikan. Selamat Hari Pendidikan Nasional, semoga semakin membuka pintu ilmu pengetahuan. Hardiknas Hari Pendidikan Nasional mengingatkan kita untuk terus belajar dan mengasah ilmu agar dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi negeri. Hardiknas Di Hari Pendidikan Nasional, mari kita apresiasi seluruh insan pendidikan yang tak kenal lelah dalam membagikan ilmu dan membentuk karakter bangsa. Hardiknas

  Artikel/Berita

HIKMAH

Menyingkap Fakta dan Makna di Balik Bulan Safar: Bukti dan Penjelasan

Admin TB

21 Agustus 2023 22:37:40

770 Kali Dibaca

Bulan Safar merupakan bulan kedua setelah Muharam dalam kalender Islam atau kalender Hijriyah yang berdasarkan tahun Qamariyah, estimasi bulan mengelilingi bumi.

Di balik pemberian nama bulan Safar terdapat alasan istimewa, seperti yang diceritakan oleh Imam Abul Fida Ismail bin Umar ad-Dimisyqi, atau yang lebih dikenal sebagai Imam Ibnu Katsir (wafat pada tahun 774 H).

Nama bulan Safar memiliki makna "sepi" atau "sunyi," sesuai dengan situasi yang dialami oleh masyarakat Arab pada masa lalu pada bulan ini. Arti "sepi" mencerminkan heningnya rumah-rumah mereka karena orang-orang meninggalkan tempat tinggal untuk berperang atau melakukan perjalanan. Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

صَفَرْ: سُمِيَ بِذَلِكَ لِخُلُوِّ بُيُوْتِهِمْ مِنْهُمْ، حِيْنَ يَخْرُجُوْنَ لِلْقِتَالِ وَالْأَسْفَارِ

Artinya, “Safar: dinamakan dengan nama tersebut, karena sepinya rumah-rumah mereka dari mereka, ketika mereka keluar untuk perang dan bepergian.” (Ibnu Katsir, Tafsîrubnu Katsîr, [Dârut Thayyibah, 1999], juz IV, halaman 146).

 

Ibnu Manzhur (wafat 771 H) mengemukakan berbagai alasan yang lebih luas. Menurutnya, terdapat beberapa faktor pokok yang mendasari pemberian nama bulan Safar, termasuk:

  1. Seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir;

  2. Orang Arab memiliki tradisi memanen seluruh tanaman yang mereka tanam, serta mengosongkan tanah mereka dari tanaman pada bulan Safar; dan

  3. Selama bulan Safar, orang Arab cenderung terlibat dalam pertempuran dengan setiap suku yang datang, sehingga suku-suku tersebut harus pergi tanpa persiapan (kosong) karena mereka ditinggalkan karena rasa takut akan serangan oleh orang Arab. (Muhammad al-Anshari, Lisânul ‘Arab, [Beirut, Dârus Shadr: 2000], juz IV, halaman 460).

Baca Juga: Penjelasan Lengkap Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah: Keutamaan, Niat dalam Bahasa Arab, dan Latin

 

Mitos Kesialan di Bulan Safar

Seperti yang umumnya diketahui, banyak orang percaya atau bahkan meyakini bahwa bulan Safar membawa kesialan ekstra dan ujian yang lebih berat dibandingkan bulan-bulan lainnya. Namun, Ibnu Rajab al-Hanbali (wafat pada tahun 795 H) berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara bulan Safar dan bulan lainnya.

Menurutnya, sama seperti bulan-bulan lainnya, bulan Safar juga bisa menghadirkan baik buruk. Dengan kata lain, tidak tepat untuk menganggap bulan Safar sebagai periode yang khusus dipenuhi dengan bencana dan kesulitan. Beliau menegaskan:

وَأَمَّا تَخْصِيْصُ الشُّؤْمِ بِزَمَانٍ دُوْنَ زَمَانٍ كَشَهْرِ صَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ فَغَيْرُ صَحِيْحٍ

Artinya, “Adapun mengkhususkan kesialan dengan suatu zaman tertentu bukan zaman yang lain, seperti (mengkhususkan) bulan Safar atau bulan lainnya, maka hal ini tidak benar.”

 

Ibnu Rajab menolak pandangan semacam itu karena menurutnya, semua bulan, periode waktu, dan tahun adalah ciptaan Allah SWT, tempat di mana kesialan, bencana, dan musibah bisa terjadi. Oleh karena itu, sangat tidak masuk akal jika kita hanya mengkaitkan musibah dengan bulan Safar dan mengabaikan kemungkinan yang sama di bulan-bulan lainnya.

Lebih jauh, Ibnu Rajab dengan tegas menyatakan bahwa penilaian tentang suatu zaman tidak dapat diukur berdasarkan peristiwa yang terjadi di dalamnya. Baginya, faktor penentu kualitas suatu zaman adalah apakah para mukmin di dalamnya sibuk dengan amal kebaikan. Jika demikian, maka zaman tersebut dapat dianggap sebagai zaman yang diberkahi. Begitu pula sebaliknya. Dengan kata-kata Ibnu Rajab:

فَكُلُّ زَمَانٍ شَغَلَهُ المُؤْمِنُ بِطَاعَةِ اللهِ فَهُوَ زَمَانٌ مُبَارَكٌ عَلَيْهِ، وَكُلُّ زَمَانٍ شَغَلَهُ العَبْدُ بِمَعْصِيَةِ اللهِ فَهُوَ مَشْؤُمٌ عَلَيْهِ. إه‍ـ .

Artinya, “Setiap zaman yang orang mukmin menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allah, maka merupakan zaman yang diberkahi; dan setiap zaman orang mukmin menyibukkannya dengan bermaksiat kepada Allah, maka merupakan zaman kesialan (tidak diberkahi).” (Zainuddin ‘Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab al-Baghdadi ad-Dimisyqi, Lathâ-iful Ma’ârif, [Dar Ibn Hazm, cetakan pertama: 2004], halaman 81).

 

Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa suatu zaman tidak mendapatkan berkah dari Allah SWT karena keberlimpahan perbuatan maksiat oleh manusia. Sebaliknya, suatu zaman akan mendapatkan berkah jika di dalamnya manusia sibuk dengan ketaatan dan amal kebaikan.

Oleh karena itu, sangat beralasan jika dalam penjelasan tersebut, Ibnu Rajab menolak pandangan atau keyakinan bahwa bulan Safar secara khusus dianggap sebagai bulan yang penuh dengan kesialan dan tidak memiliki berkah sama sekali.

Anggapan atau keyakinan semacam itu sebenarnya berasal dari tradisi orang Arab yang menganggap bulan Safar sebagai periode yang membawa kesialan dan ujian. Keyakinan yang keliru ini kemudian menjadi kuat dan menyebar luas, bahkan sampai ke banyak masyarakat Indonesia.

Namun, pandangan ini sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW juga menolak pandangan semacam itu. Beliau bersabda:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ

Artinya, “Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan juga tidak ada (kesialan) pada bulan Safar. Menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa.”(HR al-Bukhari) (Badruddin ‘Aini, ‘Umdâtul Qâri Syarhu Shahîhil Bukhâri, [Beirut, Dârul Kutub: 2006], juz IX, halaman 409).

 

Syekh Abu Bakar Syata ad-Dimyathi (wafat pada tahun 1302) menjelaskan bahwa hadis di atas dimaksudkan untuk menolak keyakinan dan pandangan orang-orang zaman Jahiliyah yang percaya bahwa segala sesuatu memiliki pengaruh sendiri, baik dalam hal buruk maupun baik.

Hadis tersebut juga bermaksud untuk menolak atribusi suatu peristiwa kepada selain Allah. Dalam artian, semua peristiwa yang terjadi adalah hasil dari kehendak Allah yang telah ditetapkan sejak zaman azali, bukan karena pengaruh waktu, era, atau pandangan yang keliru."(Abu Bakar Syattha, Hâsiyyah I’ânatuth Thâlibîn, [Beirut, Dârul Kutubil ‘Ilmiah: 2003], juz III, halaman 382).

Baca Juga: Rahasia Doa Dikabulkan, Cara Allah Mengabulkan Permohonan Hamba-Nya

 

Bukti Bulan Safar Bukan Bulan Kesialan

Habib Abu Bakar Al-Adni menjelaskan beberapa bukti yang membantah keyakinan masyarakat zaman Jahiliyah tentang bulan Safar sebagai bulan kesialan.

  1. Rasulullah SAW menikahi Sayyidah Khadijah pada bulan Safar;

  2. Pernikahan Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah az-Zahra juga terjadi di bulan Safar;

  3. Hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah juga terjadi pada bulan Safar;

  4. Perang pertama, yakni perang Abwa, terjadi pada bulan Safar, di mana umat Islam meraih kemenangan yang besar atas kaum kafir;

  5. Peperangan penting lainnya, yaitu perang Khaibar, juga terjadi pada bulan Safar, dan umat Islam berhasil meraih kemenangan dalam pertempuran tersebut. (Abu Bakar al-Adni, Mandzûmatu Syarhil Atsar fî Mâ warada ‘an Syahri Shafar, halaman 9).

 

Dengan demikian, telah dijelaskan alasan di balik penamaan bulan Safar serta jawaban terhadap pandangan dan keyakinan beberapa masyarakat terkait mitos kesialan yang dikaitkan dengan bulan Safar. Pandangan semacam itu sebaiknya tidak dijadikan acuan bagi mereka yang beriman.

Mengingat keyakinan semacam itu dapat berpotensi mengabaikan otoritas Allah dengan segala kebijakannya yang mungkin mempengaruhi segala hal, berdasarkan anggapan mereka terhadap Allah SWT. Semoga kita dijauhkan dari keyakinan yang keliru dan menyimpang dari ajaran Islam. Aamiin [DM]

Agar anda tidak ketinggalan informasi terbaru seputar HIKMAH, anda bisa join di Channel WA Tenggulangbaru.id dengan KLIK DI SINI. Selain itu Anda dapat menyimak update berita lainnya di tenggulangbaru.id dengan mengakses Google News

Kirim Komentar

Komentar Facebook

Hosting Murah se Indonesia

Media Sosial

Facebook Twitter YouTube Instagram WhatsApp

Hosting Gratis

MHosting Gratis Rp.0

Komentar

Tenggulangbaru.id
02 Mei 2024 11:49:08
Selamat Hari Pendidikan Nasional! Semoga setiap anak... selengkapnya
Lestari marganinhrum
26 April 2024 09:40:01
Saya terdaftar pkh baru dan blom punya kks apakah bisa... selengkapnya
Zaky
25 April 2024 00:36:07
Saya mau dapat PIP, bagaimana cara mengajukannya?... selengkapnya
Topani Sahara
02 April 2024 21:28:46
Semoga artikel ini bermanfaat, ... selengkapnya
Topani
27 Maret 2024 18:33:27
Semoga bermanfaat... selengkapnya
Naning
21 Maret 2024 02:55:45
Kenapa kok dana pip yg lain keluar ini punya anak saya... selengkapnya
Topani
08 Maret 2024 16:10:05
Makasih pak Dafris... selengkapnya
Dafris
08 Maret 2024 15:16:52
Sukses ya...... selengkapnya
Sokewih
08 Maret 2024 10:46:14
Kenapa bpnt saya tidak cair?... selengkapnya
Satria setiawan wijaya
06 Maret 2024 16:47:49
Bagaimana cara mndaftarkan ank saya dpet pip... selengkapnya

Sinergi Program

Lapak Tenggulang Baru
OpenDesa
PCNU Musi Banyuasin
The Express
SMP Hidayatut Thullab

Statistik Pengunjung

Hari ini:2.706
Kemarin:4.388
Total Pengunjung:102.561
Sistem Operasi:Unknown Platform
IP Address:172.69.58.115
Browser:Mozilla 5.0