Minal Aidin Wal Faizin Mohon Maaf Lahir dan Batin Selamat Hari Raya Idul Fitri. Semoga hari kemenangan ini membawa kehangatan dan kedamaian bagi seluruh insan di dunia. Selamat Hari Raya. Semoga Idul Fitri kita mendapat limpahan berkah oleh Allah. Mari kita rayakan dengan menebar cinta dan kebahagiaan kepada sesama. Eid Mubarak 2024! May this Eid be the best one yet for all of us. Selamat Hari Raya Idul Fitri. Semoga Idul Fitri tahun ini menjadi yang terbaik bagi kita semua.

Artikel/Berita

HIKMAH

Biografi Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari

Admin TB

14 April 2024 16:36:00

52 Kali Dibaca

K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari (14 Februari 1871 – 25 Juli 1947) adalah seorang ulama, pahlawan nasional, serta merupakan pendiri sekaligus Rais Akbar (pimpinan tertinggi pertama) organisasi massa Islam, Nahdlatul Ulama.

Ia memiliki julukan Hadratussyaikh yang berarti mahaguru dan telah hafal Kutub al-Sittah (6 kitab hadits), serta memiliki gelar Syaikhu al-Masyayikh yang berarti Gurunya Para Guru.

Ia adalah putra dari pasangan K.H. Asy'ari dengan Ny. H. Halimah, dilahirkan di Desa Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur, dan memiliki salah satu anak bernama K.H. A Wahid Hasyim yang juga merupakan pahlawan nasional perumus Piagam Jakarta, serta cucunya yakni K.H. Abdurrahman Wahid, merupakan Presiden RI ke-4.

 

A. Riwayat Hidup dan Keluarga

1. Lahir

KH. Mohammad Hasyim Asy'ari dilahirkan pada 14 Februari 1871 (24 Dzulqo'dah 1287H). Beliau adalah anak ketiga dari 11 bersaudara, putra dari KH. Asy'ari, pemimpin Pesantren Keras di Jombang, dan Nyai Halimah. KH. Hasyim Asy'ari berasal dari keturunan langsung Rasulullah. Berikut ini garis keturunannya melalui jalur ayahnya:
  1. Husain bin Ali
  2. Ali Zainal Abidin
  3. Muhammad Al-Baqir
  4. Ja’far As-Shodiq
  5. Ali Al-Uraidhi
  6. Muhammad An-Naqib
  7. Isa Ar-Rumi
  8. Ahmad Al-Muhajir
  9. Ubaidullah
  10. Alwi Awwal
  11. Muhammad Sahibus Saumiah
  12. Alwi As-Tsani
  13. Ali Khali’ Qasam
  14. Muhammad Shohib Mirbath
  15. Alwi Ammi Al-Faqih
  16. Abdul Malik (Ahmad Khan)
  17. Abdullah (Al-Azhamat) Khan
  18. Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan)
  19. Jamaluddin Akbar Al-Husaini (Maulana Akbar)
  20. Maulana Ishaq
  21. ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri)
  22. Abdurrohman/Jaka Tingkir (Sultan Pajang)
  23. Abdul Halim (Pangeran Benawa)
  24. Abdurrohman (Pangeran Samhud Bagda)
  25. Abdul Halim
  26. Abdul Wahid
  27. Abu Sarwan
  28. KH. Asy’ari (Jombang)
  29. KH. Hasyim Asy’ari (Jombang)
 

2. Riwayat Keluarga

KH. Hasyim Asy'ari menikahi putri dari Kyai Ya'qub Sidoarjo, Nyai Khodijah. Namun, pernikahan itu singkat karena Nyai Khodijah meninggal saat KH. Hasyim menuntut ilmu di Makkah pada tahun 1901.
 
Setelah kepergian istri pertamanya, KH. Hasyim menikah lagi dengan Nyai Nafiqoh, putri dari Kyai Ilyas, Pengasuh Pesantren Sewulan, Madiun. Dari pernikahan ini, mereka memiliki 10 anak.
 
Namun, seperti yang dialami dengan istri pertama, KH. Hasyim kehilangan Nyai Nafiqoh pada tahun 1920.
 
Meskipun mengalami kesedihan, KH. Hasyim tetap memikirkan nasib anak-anaknya. Akhirnya, beliau menikahi Nyai Masruroh, putri dari Kyai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, mereka memiliki 4 anak.
 
Dari pernikahan dengan Nyai Khadijah, KH. Hasyim tidak memiliki keturunan. Namun, dari pernikahan dengan Nyai Nafiqoh, mereka memiliki 10 anak, dan dari pernikahan dengan Nyai Masruroh, mereka memiliki 4 anak.
 
Berikut adalah nama-nama putra dan putri KH. Hasyim Asy'ari:
  1. Nyai Hannah,
  2. Nyai Khairiyah Hasyim,
  3. Nyai Aisyah,
  4. Nyai Azzah,
  5. KH. Abdul Wahid Hasyim,
  6. KH. Abdul Choliq Hasyim,
  7. KH. Abdul Karim Hasyim,
  8. KH. Ubaidillah,
  9. Nyai Mashuroh,
  10. KH. Muhammad Yusuf Hasyim,
  11. KH. Abdul Qodir,
  12. Nyai Fatimah,
  13. Nyai Khodijah,
  14. KH. Ya'qub Hasyim.
 

3. Wafat

KH. Hasyim Asy’ari wafat pada 25 Juli 1947. Beliau dimakamkan di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
 
 

B. Sanad Ilmu dan Pendidikan

1. Pendidikan

Saat masa kanak-kanak, KH. Hasyim Asyari sudah belajar dasar-dasar agama dari ayahnya, KH. Asy’ari dan kakeknya, Kyai Usman (Pengasuh Pesantren Nggedang di Jombang).
 
Ketika usia menginjak 15 tahun, Kyai Hasyim mulai belajar di berbagai pesantren, di antaranya:
  1. Pesantren Wonokoyo di Probolinggo,
  2. Pesantren Langitan di Tuban,
  3. Pesantren Trenggilis di Semarang,
  4. Pesantren Kademangan di Bangkalan,
  5. Pesantren Siwalan di Sidoarjo.
 
Di Pesantren Siwalan, Sidoarjo, yang dipimpin oleh KH. Ya'qub, Kyai Hasyim merasa menemukan sumber Islam yang dicarinya. KH. Ya'qub terkenal sebagai ulama yang memiliki pemahaman luas dalam ilmu agama. Dalam waktu lima tahun di Pesantren Siwalan, Kyai Hasyim berhasil menyerap banyak ilmu.
 
Kecerdasan dan kealiman Kyai Hasyim menarik perhatian KH. Ya'qub, yang akhirnya menikahkan salah satu putrinya, Nyai Khodijah, dengan Kyai Hasyim.
 
Setelah menikah, Kyai Hasyim dan istrinya pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka tinggal di sana selama tujuh bulan sebelum kembali ke tanah air. Namun sayangnya, istri dan anaknya meninggal dunia.
 
Pada tahun 1893, Kyai Hasyim kembali ke Tanah Suci dan tinggal di sana selama tujuh tahun. Di Pesantren Siwalan, Sidoarjo, yang dipimpin oleh KH. Ya'qub, Kyai Hasyim merasa menemukan sumber Islam yang dicarinya. KH. Ya'qub terkenal sebagai ulama yang memiliki pemahaman luas dalam ilmu agama. Dalam waktu lima tahun di Pesantren Siwalan, Kyai Hasyim berhasil menyerap banyak ilmu.
 
Kecerdasan dan kealiman Kyai Hasyim menarik perhatian KH. Ya'qub, yang akhirnya menikahkan salah satu putrinya, Nyai Khodijah, dengan Kyai Hasyim.
 
Setelah menikah, Kyai Hasyim dan istrinya pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka tinggal di sana selama tujuh bulan sebelum kembali ke tanah air. Namun sayangnya, istri dan anaknya meninggal dunia.
 
Pada tahun 1893, Kyai Hasyim kembali ke Tanah Suci dan tinggal di sana selama tujuh tahun.
 
 

2. Guru-guru

Di antara guru-guru Kyai Hasyim yang masyhur adalah berikut ini:
  1. Syekh Ahmad Khatib Minangkabau,
  2. Syekh Mahfudz At-Tarmasi,
  3. Syekh Ahmad Amin Al-Aththar,
  4. Syekh Ibrahim Arab,
  5. Said Yamani,
  6. Rahmaullah,
  7. Sholeh Bafadlal,
  8. Abbas Al-Maliki,
  9. Alwi bin Ahmad As-Saqqaf,
  10. Husein Al-Habsyi,
  11. Muhammad Sholeh Darat, Semarang,
  12. Kholil Bangkalan,
  13. Ya’qub, Sidoarjo,
  14. Husain Al-Habsyi,
  15. Sulthan Hasyim Ad-Daghistani,
  16. Abdullah Az-Zawawi,
  17. Ahmad bin Hasan Al-Atthas,
  18. Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi,
  19. Ahmad Zaini Dahlan,
  20. Memperoleh ijazah dari Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad,
  21. Nawawi Al-Bantani,
  22. Al-Bakry Muhammad Syatho,
  23. Muhammad Amin Al-Kurdi,
  24. Yusuf bin Ismail An-Nabhani.
 
 

C. Perjalanan Hidup dan Dakwah

1. Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng

Pada tahun 1899, Kyai Hasyim kembali ke Tanah Air dan mulai mengajar di pesantren yang dimiliki oleh kakeknya, Kiai Usman. Tak lama kemudian, ia membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng, yang berjarak sekitar 200 meter ke barat dari Pabrik Gula Cukir. Di tempat ini, KH. Hasyim mendirikan sebuah bangunan sederhana dari bambu, yang disebut tratak, sebagai tempat tinggalnya.
 
Dari tratak kecil itu, Pesantren Tebuireng mulai berkembang. KH. Hasyim mengajar dan melaksanakan shalat berjamaah di bagian depan tratak, sementara bagian belakang digunakan sebagai tempat tinggal. Awalnya, jumlah santri hanya delapan orang, tetapi dalam waktu tiga bulan meningkat menjadi 28 orang, dan setiap bulan semakin banyak santri yang datang dari berbagai daerah.
 
Selain menjadi seorang ulama ternama, KH. Hasyim juga berhasil sebagai petani dan pedagang yang sukses. Ia memiliki tanah seluas puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, ia biasanya istirahat dari mengajar untuk memeriksa kebunnya. Kadang-kadang, ia juga pergi ke Surabaya untuk berdagang kuda, besi, dan menjual hasil pertaniannya. Dari hasil bertani dan berdagang itulah, KH. Hasyim mampu menyokong kehidupan keluarganya dan membiayai pesantrennya.
 
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak santri yang datang untuk belajar di Pondok Pesantren Tebuireng. Akhirnya, ribuan santri datang untuk menimba ilmu dari KH. Hasyim.
 
Pesantren ini menjadi tempat lahirnya banyak tokoh, ulama, dan lainnya. Kehandalan dalam mengajar, keberkahan ilmu yang diajarkan, dan kesuksesannya dalam mendidik santri-santinya menjadi ulama besar, membuat nama KH. Hasyim semakin dikenal di seluruh Nusantara, bahkan di luar negeri.
 
Karena prestasinya tersebut, ia dijuluki "Hadratussyaikh" atau "Maha Guru". Banyak dari mantan santrinya yang kemudian mendirikan pesantren sendiri dan berhasil mencetak ribuan bahkan ratusan santri yang berpengaruh di Indonesia.
 
 

D. Penerus

1. Murid-murid

Banyak santri KH. Hasyim yang menjadi para tokoh besar dan berpengaruh. Dari sekian santri tersebut, berikut ini di antaranya yang masyhur:
  1. Abdul Wahab Hasbullah, Pesantren Tambak Beras (Jombang),
  2. Bisri Syansuri, Pesantren Denanyar (Jombang),
  3. R As’ad Syamsul Arifin,
  4. Wahid Hasyim (anak kandung Kyai Hasyim),
  5. Achmad Shiddiq (Jember),
  6. Syaikh Sa’dullah Al-Maimani (Mufti di Bombay, India),
  7. Syaikh Umar Hamdan (Ahli Hadis di Makkah),
  8. As-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria),
  9. R. Asnawi (Kudus),
  10. Dahlan (Kudus),
  11. Shaleh (Tayu),
  12. Zaini Mun'im (Probolinggo).
 

E. Jasa dan Karya

1. Jasa-jasa

a. Mendirikan Nahdlatul Ulama (NU)
Pada tahun 1924, kelompok diskusi "Taswirul Afkar" ingin berkembang dengan mendirikan organisasi yang lebih luas. Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari diminta persetujuannya, namun ia meminta waktu untuk melakukan shalat Istikharah, memohon petunjuk dari Allah SWT.
 
Meskipun menunggu lama, petunjuk yang diharapkan oleh KH. Hasyim belum datang. Ia menjadi gelisah dan batinnya merindukan pertemuan dengan gurunya, KH. Kholil bin Abdul Latif, di Bangkalan.
 
Meskipun jarak antara Jombang dan Bangkalan sangat jauh, Allah SWT mengabulkan keinginan KH. Kholil yang berada di Bangkalan untuk mengetahui perasaan muridnya.
 
KH. Kholil mengutus salah seorang santrinya, As'ad Syamsul Arifin (yang kemudian menjadi pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo), untuk membawa tongkat kepada KH. Hasyim di Tebuireng. As'ad diperintahkan membacakan Surat Thaha ayat 23 kepada KH. Hasyim.
 
Ketika KH. Hasyim menerima kedatangan utusan KH. Kholil, KH. As'ad, dan mendengar ayat tersebut, hatinya tergetar. "Keinginan saya untuk membentuk jamiyah sepertinya akan tercapai," katanya dengan haru, sambil berlinang air mata.
 
Waktu terus berlalu, namun pendirian organisasi itu belum terjadi. Sepertinya KH. Hasyim masih menunggu kepastian dalam hatinya.
 
Setahun kemudian, pada tahun 1925, utusan KH. Kholil yang bernama KH. As'ad datang kembali menemui Hadratussyaikh. "Kyai, saya diutus oleh KH. Kholil untuk memberikan tasbih ini," ujarnya sambil menunjukkan tasbih yang dipakai KH. Kholil di lehernya.
 
KH. As'ad belum pernah menyentuh tasbih tersebut sebelumnya, meskipun perjalanan dari Bangkalan ke Tebuireng begitu jauh dan penuh rintangan. Bahkan ia rela tidak mandi selama perjalanan karena takut menyentuh tasbih tersebut. KH. As'ad memiliki prinsip bahwa hanya Kyai yang menaruh tasbih itu yang boleh melepaskannya. Sikap ketaatan ini adalah nilai yang telah ditanamkan di pesantren sejak lama.
 
"Kyai Kholil juga meminta untuk mengamalkan wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar setiap waktu," kata KH. As'ad kepada KH. Hasyim, menyampaikan pesan dari KH. Kholil.
 
Kedatangan KH. As'ad yang kedua membuat hati KH. Hasyim semakin mantap. Hadratussyaikh melihat tanda bahwa gurunya tidak keberatan jika dirinya dan teman-temannya mendirikan organisasi atau jam'iyyah untuk mewadahi aspirasi para ulama. Dan itulah jawaban yang telah lama dinantikan melalui shalat Istikharah.
 
Pada tanggal 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M, organisasi tersebut resmi didirikan dengan nama Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. KH. Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertamanya.
 
b. Resolusi Jihad
Pada masa itu, keberadaan KH. Hasyim menjadi perhatian serius bagi penjajah, baik Belanda maupun Jepang, yang berusaha merangkulnya. Pada tahun 1937, KH. Hasyim bahkan pernah dianugerahi bintang jasa, namun ia menolaknya dengan tegas.
 
Sebaliknya, KH. Hasyim membuat Belanda kebingungan dengan mengeluarkan perintah kepada para santri dan pengikutnya. Perintah tersebut mencakup dua hal. Pertama, KH. Hasyim menyatakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Kedua, ia melarang naik haji menggunakan kapal Belanda.
 
Perintah tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan secara luas oleh Kementerian Agama. Hal ini membuat Van der Plas, penguasa Belanda, bingung. Akibat kegaduhan tersebut, KH. Hasyim dipenjara selama 3 bulan pada tahun 1942. Yang unik, beberapa santri bahkan meminta ikut dipenjarakan bersama KH. Hasyim sebagai bentuk pengabdian mereka kepada guru mereka.
 
c. Perjuangan Melawan Penjajah
Masa awal perjuangan KH. Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin meningkatnya represi dari penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Belanda tidak ragu-ragu untuk membunuh penduduk yang dianggap menentang kebijakan kolonial mereka. Pesantren Tebuireng, Jombang, juga menjadi sasaran dari tindakan represif Belanda.
 
Pada tahun 1913, intelijen Belanda mengirim seorang pencuri untuk menciptakan kerusuhan di Tebuireng. Namun, pencuri tersebut ditangkap dan dihajar oleh santri secara beramai-ramai hingga tewas. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menuduh KH. Hasyim melakukan pembunuhan.
 
Dalam pemeriksaan, KH. Hasyim yang sangat menguasai hukum-hukum Belanda, berhasil menolak semua tuduhan tersebut dengan bijaksana. Akhirnya, beliau dibebaskan dari tuduhan tersebut.
 
Tidak puas dengan upaya penghasutan, Belanda kemudian mengirim beberapa kompi pasukan untuk merusak pesantren yang baru berdiri selama sekitar sepuluh tahun itu. Akibatnya, hampir seluruh bangunan pesantren dihancurkan, kitab-kitab dijarah dan dibakar. Tindakan represif Belanda terhadap pesantren ini terus berlanjut hingga masa revolusi fisik pada tahun 1940-an.
 
Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tangan tentara Jepang.
 
Pendudukan oleh Dai Nippon (Jepang) menandai awal dari periode baru bagi umat Islam. Berbeda dengan Belanda yang bersifat represif terhadap Islam, Jepang menggunakan campuran kebijakan represif dan kooptasi untuk memperoleh dukungan dari para pemimpin Muslim.
 
Salah satu tindakan represif yang dilakukan oleh Jepang adalah menahan Hadratussyaikh beserta sejumlah putra dan kerabatnya karena KH. Hasyim menolak untuk melakukan seikerei, yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang setiap kali berpapasan dengan tentara Jepang.
 
KH. Hasyim menolak aturan tersebut karena keyakinannya bahwa hanya Allah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, KH. Hasyim ditangkap dan ditahan secara bergantian, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya.
 
Berpegang pada kesetiaan dan keyakinan mereka bahwa Hadratussyaikh berada di jalur yang benar, sejumlah santri Tebuireng meminta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, KH. Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya patah dan tidak dapat digerakkan.
 
Penahanan Hadratussyaikh mengakibatkan seluruh kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng, Jombang, terhenti total. Keluarga Hadratussyaikh pun tercerai-berai, dengan istrinya, Nyai Masruroh, mengungsi ke Pesantren Denanyar, di barat Kota Jombang.
 
Pada tanggal 18 Agustus 1942, setelah empat bulan dipenjara, KH. Hasyim dibebaskan oleh Jepang atas banyaknya protes dari para Kyai dan santri. Pembebasan KH. Hasyim juga berkat usaha dari KH. Wahid Hasyim dan KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam menghubungi para pejabat Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.
 
Pada tanggal 22 Oktober 1945, ketika pasukan NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda bersekutu dengan pasukan Inggris berencana melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kyai Hasyim bersama para ulama mengeluarkan seruan Resolusi Jihad untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Resolusi Jihad ini ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya.
 
Dari sini, pecahlah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah. Umat Islam merespons seruan Resolusi Jihad dengan keluar dari kampung-kampung, membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 November kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional, sementara tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional.
 
Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kyai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan Gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada Kyai Hasyim.
 
d. Menjadi ketua Umum Partai Masyumi
Pada tanggal 7 November 1945, tiga hari sebelum terjadinya perang pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya, umat Islam bersatu untuk membentuk partai politik yang bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi menjadi langkah konsolidasi bagi umat Islam dari berbagai latar belakang dan pandangan. Pada saat itu, Kyai Hasyim dipilih sebagai Rois 'Aam (Ketua Umum) pertama untuk periode tahun 1945-1947.
 

2. Karya-karya

Beberapa karya KH. Hasyim Asy’ari yang masih bisa ditemui dan menjadi kitab rujukan untuk dipelajari di pesantren-pesantren Nusantara sampai sekarang antara lain adalah:
 
1. At-Tibyan fin Nahyi ’an Muqatha’atil Arham wal Aqarib wal Ikhwan
Kitab ini selesai ditulis pada hari Senin, 20 Syawal 1360 H dan kemudian diterbitkan oleh Maktabah At-Turats Al-Islami, Pesantren Tebuireng. Kitab tersebut berisi penjelasan mengenai pentingnya membangun persaudaraan di tengah perbedaan, serta memberikan penjelasan akan bahayanya memutus tali persaudaraan atau silaturrahmi.
 
2. Muqaddimah Al-Qanun Al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama
Kitab ini berisikan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, terutama yang berkaitan dengan NU. Dalam kitab tersebut, KH. Hasyim Asy’ari mengutip beberapa Ayat Al-Qur'an dan Hadis yang menjadi landasannya dalam mendirikan NU. Bagi penggerak-penggerak NU, kitab tersebut barangkali dapat dikatakan sebagai bacaan wajib.
 
3. Risalah fi Ta'kid Al-Akhdzi bi Mazhab Al-Aimmah Al-Arba’ah
Dalam kitab ini, KH. Hasyim Asy’ari tidak sekedar menjelaskan pemikiran empat imam madzhab, yakni Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Abu Ahmad bin Hanbal. Namun, beliau juga memaparkan alasan-alasan kenapa pemikiran di antara keempat imam itu patut dijadikan rujukan.
 
4. Arba'ina Hadisan Tata'allaqu bi Mabadi' Jam'iyyat Nahdlatul Ulama
Sebagaimana judulnya, kitab ini berisi empat puluh Hadis pilihan yang sangat tepat dijadikan pedoman oleh warga NU. Hadis yang dipilih oleh KH. Hasyim Asy'ari terutama berkaitan dengan Hadis-hadis yang mejelaskan pentingnya memegang prinsip dalam kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan ini.
 
5. Adab Al-'Alim wa Al-Muta'alim fi Ma Yanhaju Ilaih Al-Muta'allim fi Maqamati Ta'limihi
Pada dasarnya, kitab ini merupakan resume dari Kitab Adabul Mu’allim karya Syaikh Muhamad bin Sahnun, Ta'lim Al-Muta'allim fi Thariqat At-Ta’allum karya Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji, dan Tadzkirat As-Syaml wa Al-Mutakalli fi Adab Al-Alim wa Al-Muta’allim karya Syaikh Ibnu Jamaah. Meskipun merupakan bentuk resume dari kitab-kitab tersebut, tetapi dalam kitab tersebut kita dapat mengetahui betapa besar perhatian KH. Hasyim Asy’ari terhadap dunia pendidikan.
 
6. Risalah Ahlus Sunnah wal Jamaah fi Hadis Al-Mauta wa Syuruth As-Sa’ah wa Bayani Mafhum As-Sunnah wa Al-Bid'ah
Karya KH. Hasyim Asy'ari yang mungkin sangat relevan untuk dikaji saat ini adalah karyanya yang membahas penegasan antara Sunnah dan Bid'ah. Dalam karyanya tersebut, beliau membahas banyak persoalan yang dapat menjadi pedoman dalam menghadapi tantangan zaman, termasuk persoalan-persoalan yang muncul pada saat ini.
 
Melalui karya-karya beliau, kita dapat melihat betapa besar dan luasnya perhatian KH. Hasyim Asy'ari terhadap agama serta kedalaman pengetahuannya di bidang tersebut. Karya-karya tersebut menjadi bukti yang tak terbantahkan akan kebesaran dan pengaruh ulama besar ini, yang telah memberikan warisan berharga baik dalam bidang keilmuan maupun keorganisasian, seperti yang tercermin dalam Nahdlatul Ulama (NU).
 
 
 

F. Kisah Teladan

1. Ketika Kyai Hasyim dan Kyai Kholil Berebut menjadi Santri

Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH. Hasyim Asy’ari dengan KH. Kholil Bangkalan, gurunya.
 
"Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya menyatakan bahwa saya adalah murid Tuan," kata KH. Kholil, Bangkalan.
 
Kyai Hasyim lalu menjawabnya, "Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya."
Tanpa merasa tersanjung, Kyai Kholil tetap bersikeras dengan niatnya.
 
"Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan," katanya.
 
Dengan telah memahami karakter gurunya dengan baik, Kyai Hasyim tidak memiliki pilihan selain menerima peran sebagai santri. Menariknya, setelah selesai shalat berjamaah, keduanya berlomba-lomba untuk menuju tempat sandal, bahkan kadang saling berlomba untuk memasangkan sandal ke kaki gurunya.
 
Meskipun mungkin ada kemungkinan seorang murid menjadi lebih pintar daripada gurunya, namun yang ditekankan oleh Kyai Hasyim dan KH. Kholil Bangkalan adalah kemuliaan akhlak. Kedua tokoh ini menunjukkan sikap rendah hati dan saling menghormati.
 
KH. Kholil adalah seorang Kyai yang sangat terkenal pada zamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting generasi awal NU pernah menjadi muridnya. Beliau adalah pengasuh dan pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura.
 
Sementara Kyai Hasyim sendiri juga memiliki prestasi yang gemilang. Beliau bukan hanya pendiri dan pemimpin tertinggi NU, yang memiliki pengaruh yang sangat besar di kalangan ulama, tapi juga karena kecakapan ilmunya. Terutama, keahliannya dalam ilmu Hadis.
 
Setiap bulan Ramadhan, Kyai Hasyim selalu menggelar kajian Hadis Bukhari dan Muslim selama sebulan penuh. Kajian ini sangat diminati umat Islam dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk gurunya sendiri, KH. Kholil, Bangkalan. Ribuan santri datang untuk menimba ilmu dari Kyai Hasyim.
 
Tak heran jika pada abad ke-20, Tebuireng menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku 'Tradisi Pesantren', mencatat bahwa Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Hal ini membuat para pengikutnya memberi gelar Hadratussyaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kyai Hasyim.
 
 

2. Mengambil Cincin Gurunya dari Lubang WC

Salah satu rahasia seorang murid bisa berhasil mendapatkan ilmu dari gurunya adalah taat dan hormat kepada gurunya. Guru adalah orang yang punya ilmu. Sedangkan murid adalah orang yang mendapatkan ilmu dari sang guru. Seorang murid harus berbakti kepada gurunya. Dia tidak boleh membantah apalagi menentang perintah sang guru (kecuali jika gurunya mengajarkan ajaran yang tercela dan bertentangan dengan syariat Islam, maka sang murid wajib tidak menurutinya). Kalau titah guru baik, murid tidak boleh membantahnya.
 
Inilah yang dilakukan Kyai Hasyim Asy’ari. Beliau nyantri kepada KH. Kholil Bangkalan, Bangkalan. Di pondok milik Kyai Kholil, Kyai Hasyim dididik akhlaknya. Setiap hari, Kyai Hasyim disuruh gurunya merawat sapi dan kambing. Kyai Hasyim disuruh membersihkan kandang dan mencari rumput. Ilmu yang diberikan Kyai Kholil kepada muridnya itu memang bukan ilmu teoretis, melainkan ilmu praktik, yakni langsung penerapan.
 
Sebagai murid, Kyai Hasyim tidak pernah mengeluh disuruh gurunya memelihara sapi dan kambing. Beliau terima titah gurunya itu sebagai bentuk penghormatan. Beliau sadar bahwa ilmu dari gurunya akan berhasil diperoleh apabila sang guru ridho kepada muridnya. Inilah yang dicari Kyai Hasyim, yakni keridhoan guru. Beliau tidak hanya mendapatkan ilmu teoretis dari Kyai Kholil tapi lebih dari itu, yang diinginkan adalah berkah dari Kyai Kholil, Bangkalan.
 
Suatu hari, seperti biasa Kyai Hasyim setelah memasukkan sapi dan kambing ke kandangnya, beliau langsung mandi dan shalat Ashar. Sebelum sempat mandi, Kyai Hasyim melihat gurunya, Kyai Kholil termenung sendiri. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hati sang guru. Maka, Kyai Hasyim memberanikan diri untuk bertanya kepada Kyai Kholil.
 
"Ada apa gerangan wahai guru kok kelihatan sedih," tanya Kyai Hasyim kepada Kyai Kholil, Bangkalan.
 
"Bagaimana tidak sedih, wahai muridku. Cincin pemberian istriku jatuh di kamar mandi. Lalu masuk ke lubang pembuangan akhir (septic tank)," jawab Kyai Kholil dengan nada sedih.
 
Mendengar jawaban sang guru, Kyai Hasyim segera meminta izin untuk membantu mencarikan cincin yang jatuh itu dan seketika itu diizini. Langsung saja Kyai Hasyim masuk ke kamar mandi dan membongkar septictank.
 
Bisa dibayangkan, namanya septic tank dalamnya bagaimana dan isinya apa saja. Namun Kyai Hasyim karena hormat dan sayangnya kepada guru tidak berpikir panjang. Beliau langsung masuk ke septic tank itu dan dikeluarkan isinya. Setelah dikuras seluruhnya, dan badan Kyai Hasyim penuh dengan kotoran, akhirnya cincin milik gurunya berhasil ditemukan.
 
Betapa riangnya sang guru melihat muridnya telah berhasil mencarikan cincinnya itu. Sampai terucap doa: "Aku ridhoa padamu wahai Hasyim, aku doakan dengan pengabdianmu dan ketulusanmu, derajatmu ditinggikan. Engkau akan menjadi orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta padamu."
 
Demikianlah doa yang keluar dari KH. Kholil Bangkalan.Tiada yang memungkiri bahwa di kemudian hari, Kyai Hasyim menjadi ulama besar. Di samping karena Kyai Hasyim adalah pribadi pilihan, beliau juga mendapat keberkahan dari gurunya sebab telah ridho kepadanya. Aamin.
(DM)

Kirim Komentar

Komentar Facebook

Artikel Menarik Lainnya

Hosting Murah se Indonesia

Arsip Artikel

Media Sosial

Facebook Twitter YouTube Instagram WhatsApp

Hosting Gratis

MHosting Gratis Rp.0

Komentar

Lestari marganinhrum
26 April 2024 09:40:01
Saya terdaftar pkh baru dan blom punya kks apakah bisa... selengkapnya
Zaky
25 April 2024 00:36:07
Saya mau dapat PIP, bagaimana cara mengajukannya?... selengkapnya
Topani Sahara
02 April 2024 21:28:46
Semoga artikel ini bermanfaat, ... selengkapnya
Topani
27 Maret 2024 18:33:27
Semoga bermanfaat... selengkapnya
Naning
21 Maret 2024 02:55:45
Kenapa kok dana pip yg lain keluar ini punya anak saya... selengkapnya
Topani
08 Maret 2024 16:10:05
Makasih pak Dafris... selengkapnya
Dafris
08 Maret 2024 15:16:52
Sukses ya...... selengkapnya
Sokewih
08 Maret 2024 10:46:14
Kenapa bpnt saya tidak cair?... selengkapnya
Satria setiawan wijaya
06 Maret 2024 16:47:49
Bagaimana cara mndaftarkan ank saya dpet pip... selengkapnya
Risdiyana
02 Maret 2024 15:48:40
Mohon bantuannya ..utk bisa mendapatkan PIP..Anak saya... selengkapnya

Sinergi Program

Lapak Tenggulang Baru
OpenDesa
PCNU Musi Banyuasin
The Express
SMP Hidayatut Thullab

Statistik Pengunjung

Hari ini:1.025
Kemarin:5.091
Total Pengunjung:77.648
Sistem Operasi:Unknown Platform
IP Address:172.69.58.251
Browser:Mozilla 5.0