Minal Aidin Wal Faizin Mohon Maaf Lahir dan Batin Selamat Hari Raya Idul Fitri. Semoga hari kemenangan ini membawa kehangatan dan kedamaian bagi seluruh insan di dunia. Selamat Hari Raya. Semoga Idul Fitri kita mendapat limpahan berkah oleh Allah. Mari kita rayakan dengan menebar cinta dan kebahagiaan kepada sesama. Eid Mubarak 2024! May this Eid be the best one yet for all of us. Selamat Hari Raya Idul Fitri. Semoga Idul Fitri tahun ini menjadi yang terbaik bagi kita semua.

Artikel/Berita

HIKMAH

Menelusuri Sejarah Halal Bihalal: Dari Tradisi Lokal Menuju Pemersatu Bangsa

Admin TB

17 April 2024 03:52:53

43 Kali Dibaca

Tenggulangbaru.id - Di Indonesia, Idul Fitri merupakan hari raya yang paling penting dan dirayakan secara meriah, bahkan menjadi libur nasional terpanjang. Selama libur ini, umat Muslim biasanya mengunjungi keluarga, kerabat, dan teman-teman untuk bersilaturahmi dan saling meminta maaf. Tradisi ini bukan hanya memperkuat hubungan keluarga, tetapi juga memperbaiki hubungan yang kurang harmonis, termasuk dalam bisnis dan pertemanan, karena sering kali kita melakukan kesalahan, baik disengaja maupun tidak.
 
Meskipun meminta maaf adalah kewajiban dalam Islam, kadang-kadang ada rasa canggung atau bahkan gengsi untuk melakukannya. Namun, tradisi saling memaafkan saat Idul Fitri membantu memudahkan dan membuat proses ini lebih nyaman. Tradisi sungkem, yaitu memberi hormat kepada orang tua dan sesepuh sambil meminta maaf, sangat penting bagi umat Islam di Indonesia.
 
Banyak orang yang tinggal di kota besar merasa berkewajiban untuk pulang ke kampung halaman mereka setiap Idul Fitri untuk melakukan hal ini. Meminta maaf atas segala kesalahan adalah sebuah kewajiban dalam Islam, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh, di mana Rasulullah saw bersabda:
 
“Barang siapa melakukan kezaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dimaafkan (dihalalkan) darinya, karena di akhirat tidak ada lagi perhitungan dinar maupun dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan (pahala) lagi, maka keburukan (dosa) saudaranya itu akan diberikan kepadanya.”
 
Setiap kezaliman yang dilakukan manusia terhadap sesamanya akan menjadi beban berat di akhirat jika tidak dimaafkan oleh yang terzalimi, seperti yang diingatkan Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar. Kezaliman tersebut akan menjadi sumber kegelapan di hari kiamat.
 
Oleh karena itu, meminta maaf atas kesalahan sangat penting, sebab berkaitan dengan keselamatan seseorang di akhirat. Seringkali, salah paham dan perasaan tersinggung terjadi di antara manusia, yang jika tidak segera diselesaikan, dapat berakibat pada permusuhan yang berujung pada neraka. Ucapan dan tindakan yang tidak sengaja melukai perasaan orang lain juga dapat menjadi masalah serius dan menyebabkan permusuhan, tidak saling menyapa, dan benci-membenci. Mengenai hal ini, Rasulullah saw bersabda:
 
“Diharamkan bagi Muslim marah kepada saudaranya dan memutuskan persaudaraan lebih dari tiga malam, sehingga jika bertemu mereka saling menghindar. Adapun yang paling baik di antara keduanya adalah yang lebih dulu menyapa dengan salam.”
 
Berjabat tangan antar sesama Muslim dengan tulus dan semangat persaudaraan dapat menghapuskan dosa-dosa mereka. Tradisi hari raya di Indonesia memberi kesempatan besar bagi umat Muslim untuk bersalaman. Sebelum berkunjung ke tetangga pada hari raya, umat Muslim Indonesia biasanya berjabat tangan secara massal setelah sholat Idul Fitri.
 
Tradisi-tradisi seperti ini jarang dilakukan di negara-negara Arab meskipun Rosulullah saw mencontohkan kunjungan ke kerabat saat hari raya. Dalam sebuah hadis, disebutkan bahwa Rosulullah saw selalu mengambil rute berbeda saat pergi dan pulang dari sholat Idul Fitri, karena beliau mengunjungi kerabat baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal setiap hari raya. Namun, tradisi ini tidak dipegang teguh oleh bangsa Arab hingga sekarang.
 
 

Halal Bihalal: Tradisi Baru atau Evolusi Riyaya?

Istilah "halal bihalal" muncul baru-baru ini dan memiliki makna spesifik yang berbeda dari perayaan lebaran atau riyaya. Halal bihalal adalah acara khusus yang diadakan di tempat tertentu, seperti auditorium atau aula, oleh sekelompok orang untuk meminta maaf dan memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan. Sementara itu, mengunjungi kerabat atau teman pada hari raya umumnya disebut sebagai silaturahmi atau ziarah lebaran, dan merayakan bersama disebut riyayan atau berlebaran, bukan halal bihalal.
 
Menurut Geertz, lebaran atau riyaya adalah contoh yang sangat mencolok dari budaya Jawa yang ia gambarkan sebagai sangat toleran terhadap keragaman ideologi dan agama. Toleransi ini dianggapnya sebagai karakteristik pokok dari budaya Jawa. Riyaya dianggap sebagai pengikat semua kalangan, termasuk santri, abangan, dan priyayi. Bagi orang Jawa, lebaran memiliki makna yang sangat pribadi di mana orang-orang dengan posisi sosial yang lebih rendah memberikan penghormatan kepada yang lebih tinggi, seperti anak kepada orang tua atau santri kepada kiyai. Tradisi ini, menurut Geertz, adalah inti dari perayaan riyaya.
 
Namun, Geertz menyatakan bahwa halal bihalal adalah penyederhanaan dari ritual yang paling penting dalam tradisi riyaya. Ia bahkan menyebut halal bihalal sebagai "pesta sekuler" karena dianggap mengurangi nilai-nilai ritual yang penting, fokusnya hanya pada aspek meriahnya acara. Geertz juga mengamati bahwa halal bihalal biasanya diadakan oleh orang-orang dengan status sosial yang tinggi, menjadi sebuah pesta bergengsi bagi kaum elit.
 
Pendapat Geertz memiliki kebenaran jika halal bihalal digunakan sebagai pengganti tradisi riyayan, sungkeman, dan saling berkunjung ke rumah kerabat dan tetangga, sehingga keunikan tradisi berlebaran tidak dirasakan lagi. Beberapa keluarga kaya memilih mengadakan halal bihalal sebagai bagian dari reuni keluarga besar yang bersifat eksklusif.
 
Namun, tidak semua halal bihalal menghilangkan tradisi riyaya. Sekolah, madrasah, kantor, bahkan majelis ta'lim yang sering mengadakan halal bihalal tidak menggantikan tradisi lebaran. Tradisi riyaya tetap dijalankan, dan halal bihalal biasanya diadakan setelah selesai tradisi kupatan.
 
 

Halal Bihalal yang Berakar Warisan Kiyai Wahab Chasbullah untuk Menyatukan Bangsa

Menurut Masdar Farid Mas'udi dalam sebuah artikel, di kalangan Nahdliyin, istilah "halal bihalal" diyakini diciptakan oleh Kiyai Abdul Wahab Chasbullah. Pada tahun 1948, saat republik baru berdiri, terjadi gejala disintegrasi bangsa di mana elit politik saling bertikai, sulit untuk dipersatukan dalam satu forum. Sementara itu, pemberontakan serius dilakukan oleh DI/TII dan Partai Komunis Indonesia. Pada pertengahan bulan Ramadan tahun itu, Presiden Soekarno berdiskusi dengan Kiyai Abdul Wahab untuk mencari solusi atas masalah perpecahan elit politik tersebut.
 
Kiyai Abdul Wahab mengusulkan untuk mengumpulkan semua tokoh politik dalam sebuah acara silaturahmi menjelang hari raya. Namun, Soekarno meragukan bahwa acara silaturahmi biasa akan menarik para politisi yang sedang bertikai, sehingga sulit diharapkan mereka akan bersedia berkumpul.
 
Pada saat itu, Kiyai Abdul Wahab mengusulkan ide untuk mengadakan acara halal bihalal. Menurutnya, para politisi perlu menyadari bahwa saling menyalahkan adalah perilaku yang salah dan tidak sesuai dengan ajaran agama. Dengan mengadakan pertemuan, duduk bersama, dan saling memaafkan, mereka bisa mengubah yang diharamkan menjadi halal. Ide ini kemudian diadopsi dalam acara silaturahmi yang disepakati dengan istilah halal bihalal.
 
Acara halal bihalal pada hari raya berhasil dilaksanakan, di mana para politisi yang bertikai bersedia berkumpul dalam suasana hari raya dan saling memaafkan. Kemudian, instansi pemerintah di bawah kepemimpinan Bung Karno juga mengadakan acara serupa. Di masyarakat, Kiyai Abdul Wahab, salah satu tokoh pendiri NU, mempopulerkan tradisi ini.
 
 

Halal Bihalal yang Berakar dari Bahasa Arab

Menurut Nikolaos Van Dam, seorang duta besar Belanda untuk Indonesia dan pakar bahasa Arab, meskipun istilah "halal bihalal" terbentuk dari kata "halal" dalam bahasa Arab, namun istilah tersebut adalah istilah khas Indonesia. Meskipun ia mengira istilah itu ada dalam bahasa dan tradisi Arab, setelah mencarinya dalam kamus dan tradisi Arab, ia tidak menemukannya. Oleh karena itu, ia menyimpulkan bahwa istilah "halal bihalal" berasal dari tradisi kaum Muslim di Indonesia.
 
Sementara itu, Mas'udi memberikan analisis tentang terbentuknya istilah "halal bihalal". Menurutnya, ada dua kemungkinan makna. Pertama, istilah tersebut mungkin bermakna "mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan". Kedua, bisa jadi istilah tersebut berasal dari ungkapan "halal yujza'u bi halal", yang berarti "pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan; dengan cara saling memaafkan".
 
Meskipun istilah "halal bihalal" bukanlah istilah baru yang muncul pada tahun 1948, pernyataan Mas'udi bahwa istilah tersebut dicetuskan oleh Kiyai Abdul bisa jadi benar, namun bukan pada tahun 1948. Istilah ini sudah dikenal sejak tahun 1935, sedangkan Kiyai Abdul Wahab lahir pada tahun 1888.
 
Theodore Pigeaud menyusun kamus bahasa Jawa-Belanda sejak tahun 1926 atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dalam terbitan pertama kamus tersebut pada tahun 1938, kata "Alalbihalal" sudah terdaftar dengan awalan huruf "A" dan memiliki arti yang mirip dengan yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia saat ini. Juga disebutkan bahwa ini merupakan tradisi khas lokal.
 
 

Halal Bihalal dengan Akar Sejarah yang Unik

Ada riwayat yang menyebutkan bahwa sekitar tahun 1935, seorang penjual martabak India berjualan di gerbang taman Sriwedari Surakarta. Ia dibantu oleh seorang pribumi untuk mendorong gerobak dan mengurus api untuk menggoreng. Saat menjajakan barang dagangannya, si pembantu ini berteriak "Martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal!" dan anak-anak menirukannya dengan berteriak "halal behalal". Sejak itu, istilah ini menjadi terkenal di Surakarta.
 
Kata "halal" juga digunakan oleh jamaah haji dari Nusantara pada zaman Belanda saat bertransaksi. Karena keterbatasan mereka dalam bahasa Arab, saat tawar-menawar harga barang di Mekah, mereka hanya bertanya "halal?" Jika penjual menjawab "halal", maka akad jual beli dianggap sah dan disetujui.
 
Meskipun kedua kisah tersebut menyebutkan penggunaan kata "halal", termasuk "halal behalal" (halal bin halal), tampaknya tidak langsung berkaitan dengan tradisi maaf-memaafkan pada hari raya Idul Fitri yang sudah dicatat oleh Pigeaud dalam kamusnya yang terbit pada tahun 1938.
 
Meskipun tidak diketahui dengan pasti siapa yang menciptakan istilah "halal bihalal", namun sejarah dimulainya tradisi halal bihalal secara nasional dapat ditelusuri sejak tahun 1948, ketika Kiyai Wahab mengusulkan untuk membuat acara silaturahmi para tokoh politik dengan menyebutnya sebagai "halal bihalal". Para peneliti juga sepakat bahwa istilah dan tradisi halal bihalal adalah khas Indonesia.
(DM)

Kirim Komentar

Komentar Facebook

Artikel Menarik Lainnya

Hosting Murah se Indonesia

Arsip Artikel

Media Sosial

Facebook Twitter YouTube Instagram WhatsApp

Hosting Gratis

MHosting Gratis Rp.0

Komentar

Lestari marganinhrum
26 April 2024 09:40:01
Saya terdaftar pkh baru dan blom punya kks apakah bisa... selengkapnya
Zaky
25 April 2024 00:36:07
Saya mau dapat PIP, bagaimana cara mengajukannya?... selengkapnya
Topani Sahara
02 April 2024 21:28:46
Semoga artikel ini bermanfaat, ... selengkapnya
Topani
27 Maret 2024 18:33:27
Semoga bermanfaat... selengkapnya
Naning
21 Maret 2024 02:55:45
Kenapa kok dana pip yg lain keluar ini punya anak saya... selengkapnya
Topani
08 Maret 2024 16:10:05
Makasih pak Dafris... selengkapnya
Dafris
08 Maret 2024 15:16:52
Sukses ya...... selengkapnya
Sokewih
08 Maret 2024 10:46:14
Kenapa bpnt saya tidak cair?... selengkapnya
Satria setiawan wijaya
06 Maret 2024 16:47:49
Bagaimana cara mndaftarkan ank saya dpet pip... selengkapnya
Risdiyana
02 Maret 2024 15:48:40
Mohon bantuannya ..utk bisa mendapatkan PIP..Anak saya... selengkapnya

Sinergi Program

Lapak Tenggulang Baru
OpenDesa
PCNU Musi Banyuasin
The Express
SMP Hidayatut Thullab

Statistik Pengunjung

Hari ini:2.392
Kemarin:6.771
Total Pengunjung:68.267
Sistem Operasi:Unknown Platform
IP Address:172.70.100.198
Browser:Mozilla 5.0