Selamat Hari Pendidikan Nasional! Semoga pendidikan Indonesia semakin maju dan menghasilkan generasi cerdas serta berbudi pekerti luhur. Hari Pendidikan Nasional Selamat Hari Pendidikan Nasional 2024, mari suarakan lewat mimpi-mimpi besar lewat pendidikan yang berkualitas. Hardiknas Selamat memperingati Hari Pendidikan Nasional! Terima kasih para pahlawan pendidikan yang telah mengabdikan diri untuk mencerdaskan bangsa. Hardiknas Tak ada kunci keberhasilan yang lebih mujarab selain pendidikan. Selamat Hari Pendidikan Nasional, semoga semakin membuka pintu ilmu pengetahuan. Hardiknas Hari Pendidikan Nasional mengingatkan kita untuk terus belajar dan mengasah ilmu agar dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi negeri. Hardiknas Di Hari Pendidikan Nasional, mari kita apresiasi seluruh insan pendidikan yang tak kenal lelah dalam membagikan ilmu dan membentuk karakter bangsa. Hardiknas

  Artikel/Berita

HIKMAH

Biografi KH. Abdul Wahab Chasbullah (Pencetus Sya’ir Ya Lal Wathon)

Admin TB

14 April 2024 17:06:53

57 Kali Dibaca

KH Abdul Wahab Chasbullah (31 Maret 1888 – 29 Desember 1971) adalah Pahlawan Nasional Indonesia,[1] dan salah satu pendiri Nahdatul Ulama (NU). Ia adalah pengarang lagu Yaa Lal Wathan yang banyak dilantunkan warga NU.
 
 

A. Riwayat Hidup dan Keluarga

1. Lahir

Abdul Wahab Chasbullah, yang sering dipanggil Mbah Wahab, adalah salah satu ulama besar yang merupakan salah satu pelopor pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan memiliki kontribusi besar bagi negara ini. Beliau dikenal sebagai orator ulung, ahli politik, serta pejuang yang gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
 
Mbah Wahab lahir di Jombang pada tanggal 31 Maret 1888 M. Beliau adalah putra dari pasangan KH. Hasbullah Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas di Jombang, Jawa Timur, dan Nyai Latifah.
 
Keturunan KH. Abdul Wahab Chasbullah berasal dari Raja Brawijaya IV dan memiliki pertalian silsilah dengan KH. Hasyim Asy’ari melalui Kyai Abdus Salam (Kyai Shoichah), yang merupakan keturunan dari Abdul Jabar, Ahmad, Pangeran Sumbu, Pangeran Benowo, Jaka Tingkir (Mas Karebet), Lembu Peteng, hingga Brawijaya V (raja Majapahit ketujuh).
 

2. Keluarga

Pada tahun 1914 M, KH. Abdul Wahab Chasbullah menikah dengan Nyai Maimunah, putri dari Kyai Musa, dan mereka tinggal bersama mertua di kampung Kertopaten, Surabaya. Namun, pernikahan ini tidak berlangsung lama karena Nyai Maimunah meninggal saat keduanya sedang menjalankan ibadah haji pada tahun 1921 M.
 
Setelah kepergian Nyai Maimunah, beliau menikah lagi dengan Nyai Alawiyah, putri dari KH. Alwi Tamim. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai seorang putri bernama Nyai Khadijah, yang kemudian menikah dengan Kyai Abdul Mu’in dari Bangil. Nyai Khadijah meninggal pada tahun 1987.
 
Masih dalam pernikahan dengan Nyai Alawiyah, beliau kemudian menikah lagi di Jombang dengan Nyai Rahmah, putri dari Kyai Abdus Sjukur. Namun, pernikahan ini tidak bertahan lama dan berujung pada perceraian tanpa adanya keturunan.
 
Setelah itu, beliau menikah dan bercerai dua kali lagi tanpa memiliki anak. Pada tahun 1920, saat melaksanakan ibadah haji, KH. Abdul Wahab Chasbullah menikah dengan Nyai Asna, putri dari Said asal Surabaya, dan dari pernikahan ini, beliau memiliki seorang putra bernama Nadjib, yang meninggal pada tahun 1987 M.
 
Setelah itu, KH. Abdul Wahab Chasbullah menikah dengan Nyai Fatimah binti Burhan, tetapi dari pernikahan tersebut tidak dikaruniai putra. Sebelum menikah dengan KH. Abdul Wahab Chasbullah, Nyai Fatimah telah memiliki seorang putra bernama Ahmad Saichu.
 
Beliau kemudian menikah dengan Nyai Fatimah binti Ali asal Mojokerto dan Nyai Askanah binti Muhammad Idris dari Sidoarjo, tetapi dari kedua istri tersebut juga tidak dikaruniai putra.
 
Selanjutnya, KH. Abdul Wahab Chasbullah menikah dengan Nyai Masmah, sepupu dari Nyai Asna binti Said, dan dari pernikahan ini beliau memiliki seorang putra bernama Moh. Adib.
 
Setelah wafatnya Nyai Masmah, beliau menikah lagi dengan Nyai Aslihah binti Abdul Majid asal Bangil, Pasuruan, dan dari pernikahan ini beliau memiliki dua putri, yaitu Djumiyatin dan Muktamaroh. Nyai Aslihah meninggal pada tahun 1939 M.
 
Kemudian, KH. Abdul Wahab Chasbullah menikah dengan Nyai Sa’diyah, kakak dari Nyai Aslihah, dan dari pernikahan ini beliau memiliki lima putra, yaitu Machfudzoh, Hizbiyah, Munjidah, Muh. Hasib, dan Muh. Roqib..  
 

3. Wafat

Abdul Wahab Chasbullah meninggal di Jombang pada usia 83 tahun, tepatnya pada tanggal 29 Desember 1971 M. Beliau dimakamkan di komplek Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, yang terletak di sisi barat Desa Tambakrejo, Kecamatan/Kabupaten Jombang.
 
43 tahun setelah wafatnya, tepatnya pada tanggal 7 November 2014, KH. Abdul Wahab Chasbullah diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia bersama dengan Djamin Ginting, Sukarni Kartodiwirjo, dan HR. Muhammad Mangundiprojo oleh Presiden Joko Widodo..
 
 

B. Sanad Ilmu dan Pendidikan

1. Pendidikan

Masa pendidikan KH. Abdul Wahab Chasbullah dari kecil hingga besar banyak dihabiskan di pondok pesantren. Selama kurang lebih 20 tahun, beliau secara intensif menggali pengetahuan keagamaan dari beberapa pesantren. Karena tumbuh dilingkungan pondok pesantren, mulai sejak dini beliau diajarkan ilmu agama dan moral pada tingkat dasar.
 
Termasuk dalam hal ini tentu diajarkan seni Islam seperti kaligrafi, hadrah, barjanji, diba’, dan shalawat. Kemudian tidak lupa diajarkan tradisi yang menghormati leluhur dan keilmuan para leluhur, yaitu dengan berziarah ke makam-makam leluhur dan melakukan tawasul.
 
Beliau dididik ayahnya sendiri cara hidup, seorang santri, seperti, shalat berjamaah, dan sesekali dibangunkan malam hari untuk shalat tahajud. Kemudian Kyai Wahab membimbingnya untuk menghafalkan Juz ‘amma dan membaca Al Qur’an dengan tartil dan fasih.
 
Kemudian beliau dididik mengenal kitab-kitab kuning, dari kitab yang paling kecil dan isinya diperlukan untuk amaliyah sehari-hari. Misalnya: Kitab Safinatunnaja, Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahab, Muhadzdzab dan Al Majmu’.Kyai Wahab Hasbullah juga belajar Ilmu Tauhid, Tafsir, Ulumul Qur’an, Hadis, dan Ulumul Hadis.
 
Kemauan yang keras untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya tampak semenjak masa kecilnya yang tekun dan cerdas memahami berbagai ilmu yang dipelajarinya. Selama enam tahun awal pendidikannya, beliau dididik langsung oleh ayahnya, baru ketika berusia 13 tahun, Kyai Wahab Chasbullah mengembara untuk menuntut ilmu. Maka beliau belajar dari pesantren ke pesantren lainnya.
 
Di antara pesantren yang pernah disinggahi Wahab Hasbullah adalah sebagai berikut:
  1. Pesantren Langitan Tuban,
  2. Pesantren Mojosari, Nganjuk,
  3. Pesantren Cempaka,
  4. Pesantren Tawangsari, Sepanjang,
  5. Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura dibawah asuhan KH. Kholil Bangkalan,
  6. Pesantren Branggahan, Kediri,
  7. Pesantren Tebuireng, Jombang dibawah asuhan KH. Hasyim Asy’ari.
Khusus di Pesantren Tebuireng, beliau cukup lama menjadi santri. Hal ini terbukti, kurang lebih selama 4 tahun, beliau menjadi lurah pondok, sebuah jabatan tertinggi yang jarang didapatkan oleh seorang santri dalam sebuah pesantren. Menjadi lurah pondok adalah sebagai bukti kepercayaan kyai dan pesantren kepada santri.
 
Setelah lama belajar ke berbagai pesantren, seperti halnya kebanyakan santri Nusantara saat itu, KH. Wahab Chasbullah pada umur 27 tahun juga memperdalam keilmuannya, terutama ilmu agama di Makkah. Beliau belajar di kota suci ini selama kurang lebih 5 tahun. Di Makkah, beliau bertemu dengan ulama terkemuka dan kemudian berguru pada mereka.
 
Di antara guru-gurunya selama di Makkah adalah sebagai berikut:
  1. Mahfudz Termas.
  2. Muchtarom Banyumas.
  3. Syekh Ahmad Khotib Minangkabau.
  4. Syekh Sa’id Al-Yamani.
  5. Syekh Ahmad Abu Bakri Syatha.
 
Selain belajar pada kitab-kitab atau pelajaran agama, beliau juga belajar ilmu organisasi dan pergerakan. Selama di Makkah ini pulalah beliau belajar pergerakan organisasi SI.
 
Bahkan, beliau aktif dalam dunia pergerakan dan organisasi ini. Bersama dengan Kyai Abas dari Jember, Kyai Asnawi dari Kudus, dan Kyai Dahlan dari Kertosono memelopori berdirinya Syarikat Islam (SI) cabang Makkah.
 
Dengan rangkaian perjalanan intelektual yang demikian panjang, tidak mengherankan apabila pada usia 34 tahun, KH. Wahab Chasbullah telah menjadi pemuda yang menguasai berbagai disiplin ilmu keagamaan, seperti Ilmu Tafsir, Hadis, Fikih, Akidah, Tasawuf, Nahwu Sharaf, Ma’ani, Manthiq, ‘Arudl dan ilmu Hadlarah, Sejarah Islam, cabang ilmu diskusi, dan retorika.
 
Sepulangnya dari Makkah dan bertempat tinggal di Surabaya, KH. Abdul Wahab Chasbullah sudah merasakan perlunya melakukan pergerakan dengan mendidik kader dalam bentuk Tashwir Al-Afkar, sebuah pertukaran gagasan.
 
Ide ini kemudian mengkristal menjadi semacam kursus perdebatan untuk anak-anak muda dan kyai-kyai muda upaya ini didorong oleh semangat untuk kebangunan Islam, yang salah satunya dilatari oleh kondisi Syarikat Islam (berdiri sejak 1912 M) yang sudah mulai dicurigai Belanda akibat kasus afdeling sehingga banyak umat Islam yang meninggalkan SI karena Belanda di mana- mana bisa menangkapi mereka yang di curigai sebagai bagian dari pemberontakan SI Afdeling.
 

2. Guru-Guru

  1. Hasbulloh Said,
  2. Kholil Bangkalan,
  3. Hasyim Asy’ari,
  4. Syekh Mahfudz At-Tarmasi,
  5. Syekh Al-Yamani,
  6. Kyai Muchtarom Banyumas,
  7. Syekh Ahmad Khatib (pemimpin Tarekat Qadiriyyah-Naqsyabandiyyah),
  8. Syekh Sa’id Al-Yamani,
  9. Syekh Ahmad Abu Bakri Shata,
  10. Saleh,
  11. Zainuddin Nganjuk,
  12. Faqihuddin Kediri (Pengasuh Pesantren Branggahan Kediri).

 

C. Penerus

1. Anak-Anak

  1. Muhammad Wahab Wahib,
  2. Khadijah,
  3. Moh. Adib Djumiyatin,
  4. Muktamaroh,
  5. Nyai Hj. Mundjidah Wahab,
  6. Mahfuzah,
  7. Hasbiyah,
  8. Mujidah,
  9. Muhammad Hasib,
  10. Raqib,
  11. A. Syaichu (anak tiri).
 

D. Perjalanan Hidup dan Dakwah

Menjadi Pengasuh Pesantren

Beliau menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas Jombang menggantikan perjuangan sang ayah Almaghfurullah “Kyai Hasbullah”  yang wafat pada 1920 M, beliau pula yang menggagas ide pembuatan nama “Bahrul ‘Ulum” sebagai nama resmi pesantren mengingat nama Tambakberas sendiri sebenarnya merupakan nama sebuah dusun.
 
Selain itu KH. Abdul Wahab Chasbullah juga merupakan tokoh yang merekontruksi sistem pendidikan di Pesantren Bahrul ‘Ulum dengan mendirikan Madrasah Ibtida’iyyah Islamiyyah Al-Qur’an (1959 M) yang merupakan madrasah pertama dalam sejarah Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas, sebelum sistem tersebut dimodifikasi oleh KH. Abdul Fattah Hasyim tatkala menjadi pengasuh Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum.
 
Atas perjuangan dari  KH. Abdul Wahab Chasbullah diangkatlah nama beliau sebagai nama salah satu Universitas di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum yaitu UNWAHA (Universitas Wahab Hasbullah) yang merupakan metamorfosis dari STAI-BU dan STIMIK-BU. Selain itu pada peringatan Haul Almaghfurullah KH. Abdul Wahab Chasbullah ke-43 pada tahun 2014 dicanangkan pula event “KH. A Wahab Chasbullah Award 2014”  oleh Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang.
 
 

Mendirikan Madrasah

Abdul Wahab Chasbullah berpandangan bahwa pendidikan tidak harus dilakukan di pesantren tapi bagaimana agar mendidik anak bisa dilakukan dimanapun dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akan tetapi, bukan berarti pendidikan pesantren dilupakan.

Oleh karenanya selain melakukan pendidikan di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, juga melakukan pendidikan di luar pesantren yang ditujukan untuk kalangan umum dan terpelajar dengan mendirikan kelompok diskusi bernama Tashwirul Afkar.
 
Melalui Nahdlatul Wathan beliau juga telah berhasil mendirikan beberapa sekolah di berbagai daerah, antara lain:
 
  1. Sekolah/Madrasah Ahloel Wathan di Wonokromo,
  2. Sekolah/Madrasah Far’oel Wathan di Gresik,
  3. Sekolah/Madrasah Hidayatoel Wathan di Jombang,
  4. Sekolah/Madrasah Khitaboel Wathan di Surabaya.
 

Salah Satu Pendiri Nahdlatul Ulama

Abdul Wahab Chasbullah merupakan salah satu bapak Pendiri NU. Selain itu beliau juga pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) ketika melawan penjajah Jepang. beliau tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar Dewantoro.

Tahun 1916 M. mendirikan Organisasi Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan, kemudian pada 1926 M menjadi Ketua Tim Komite Hijaz. KH. Abdul Wahab Chasbullah juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai usaha pemersatu kalangan Tua dengan Muda.
 
 

Turut Serta Dalam Fatwa Resolusi Jihad

Pada masa revolusi kemerdekaan KH. Abdul Wahab Chasbullah juga turut serta dalam proses keluarnya “Fatwa Resolusi Jihad”. Ketika fatwa Resolusi Jihad dikeluarkan Rois Akbar PBNU KH. Hasyim Asy’ari, dalam pertemuan ulama dan konsul-konsul NU se-Jawa dan Madura.
 
Di kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO) di Jalan Bubutan VI/2 Surabaya pada 22 Oktober 1945 M, KH. Abdul Wahab Chasbullah yang waktu itu menjadi Khatib Am PBNU bertugas mengawal implementasi dan pelaksanaan di lapangan. 
 
Fatwa tersebut akhirnya menjadi pemantik pertempuran heroik 10 November, untuk mengusir Belanda yang ingin kembali menjajah dengan cara membonceng NICA alias Sekutu. Dengan catatan sejarah panjang perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah terhadap bangsa ini, berbagai pihak menilai sangat tepat jika pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional.
 
 

Inspirator Terbentuknya GP Ansor

Dari catatan sejarah berdirinya GP Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU). Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh dan pembinaan kader.
 
KH. Abdul Wahab Chasbullah, tokoh tradisional dan KH. Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
 
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 M. para pemuda yang mendukung KH. Abdul Wahab Chasbullah yang kemudian menjadi pendiri NU membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
 
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab Chasbullahh ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut.
 
Gerakan ANO harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU.
 
Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934 M, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU. Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam struktur kelembagaan NU berkat perjuangan kyai-kyai muda seperti KH. Machfudz Siddiq, KH. Wahid Hasyim, KH. Dachlan Kertosono, Kyai Thohir Bakri dan Kyai Abdullah Ubaid serta dukungan dari ulama senior KH. Abdul Wahab Chasbullah.
 
Sementara itu, peran KH. Mohammad Chusaini Tiway terlihat pada masa pendudukan Jepang, dimana pada saat itu organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945–1949 M) usai, tokoh ANO Surabaya, KH. Moh. Chusaini Tiway, mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO.
 
Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wahid Hasyim Menteri Agama RIS kala itu, maka pada 14 Desember 1949 M. lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru, yakni Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).
 
 

Menjadi Utusan Jami'iyyah Nahdlatul Ulama di Arab Saudi

Pada saat pemimpin-pemimpin Islam mendapat undangan dari Raja Hijaz, KH. Abdul Wahab Chasbullah lalu membentuk Komite Khilafat yang diberi nama “Komite Hijaz” atas izin dari KH. Hasyim Asy’ari. KH. A Wahab Chasbullah mendirikan “Komite Hijaz” sebagai bentuk respon atas proses “wahabisasi” di Arab yang memberi pengaruh pada persoalan kebebasan beribadah sesuai dengan kepercayaannya.
 
Komite ini kemudian mengirim delegasi sendiri ke Makkah-Madinah. Komite Hijaz inilah yang kemudian melahirkan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, sehingga kehadiran NU tidak dapat dilepaskan dari perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah.
 
 

E. Karya Beliau

Pencetus Sya’ir Ya Lal Wathon

Abdul Wahab Chasbullah adalah pengarang sya’ir "Ya Lal Wathon" yang banyak dinyanyikan dikalangan Nahdliyyin, lagu Ya Lal Wathon di karangnya pada tahun 1934 M. KH. Maimoen Zubair mengatakan bahwa sya’ir tersebut adalah sya’ir yang beliau dengar, peroleh, dan dinyanyikan saat masa mudanya di Rembang. Dahulu sya’ir Ya Lal Wathon ini dilantangkan setiap hendak memulai kegiatan belajar oleh para santri.

 
 

F. Karir-Karir

Menjabat Katib  'Am PBNU saat NU pertama kali didirikan,

  1. Setelah KH. Hasyim Asy'ari wafat, jabatan Rais 'Am dijabat oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah,
  2. Menjadi anggota BPKNIP (badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat),
  3. Menjadi anggota konstituante dan berkali-kali menjadi anggota DPR RI,
  4. Menjadi anggota Dewan Pertimbangan agung atau DPA,
(DM)

Kirim Komentar

Komentar Facebook

Artikel Menarik Lainnya

Hosting Murah se Indonesia

Arsip Artikel

Media Sosial

Facebook Twitter YouTube Instagram WhatsApp

Hosting Gratis

MHosting Gratis Rp.0

Komentar

Tenggulangbaru.id
02 Mei 2024 11:49:08
Selamat Hari Pendidikan Nasional! Semoga setiap anak... selengkapnya
Lestari marganinhrum
26 April 2024 09:40:01
Saya terdaftar pkh baru dan blom punya kks apakah bisa... selengkapnya
Zaky
25 April 2024 00:36:07
Saya mau dapat PIP, bagaimana cara mengajukannya?... selengkapnya
Topani Sahara
02 April 2024 21:28:46
Semoga artikel ini bermanfaat, ... selengkapnya
Topani
27 Maret 2024 18:33:27
Semoga bermanfaat... selengkapnya
Naning
21 Maret 2024 02:55:45
Kenapa kok dana pip yg lain keluar ini punya anak saya... selengkapnya
Topani
08 Maret 2024 16:10:05
Makasih pak Dafris... selengkapnya
Dafris
08 Maret 2024 15:16:52
Sukses ya...... selengkapnya
Sokewih
08 Maret 2024 10:46:14
Kenapa bpnt saya tidak cair?... selengkapnya
Satria setiawan wijaya
06 Maret 2024 16:47:49
Bagaimana cara mndaftarkan ank saya dpet pip... selengkapnya

Sinergi Program

Lapak Tenggulang Baru
OpenDesa
PCNU Musi Banyuasin
The Express
SMP Hidayatut Thullab

Statistik Pengunjung

Hari ini:1
Kemarin:7.353
Total Pengunjung:89.111
Sistem Operasi:Unknown Platform
IP Address:172.69.6.182
Browser:Mozilla 5.0