Tenggulangbaru.id - Sabar adalah salah satu sifat yang sangat berharga. Bahkan, Allah memberikan penghargaan atau pujian kepada mereka yang memiliki sifat tersebut. Karena sebenarnya sabar adalah cara terbaik untuk mengendalikan hawa nafsu. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

 

قُلْ يَٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا۟ فِى هَٰذِهِ ٱلدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

 

"Qul ya ‘ibadillazina amanuttaqu rabbakum, lillazina ahsanu fi hazihid-dun-ya hasanah, wa arḍullahi wasi’ah, innama yuwaffas-sabiruna ajrahum bigairi hisab"

 

Artinya: "Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. Bertakwalah kepada Tuhanmu’. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar:10)

Baca Juga: Sejarah Nuzulul Qur’an dan Amalan yang Dapat Dilakukan

 

Rasulullah SAW adalah contoh yang sempurna dari sifat mulia tersebut. Kesabaran beliau merupakan yang tertinggi di antara nabi-nabi terdahulu. Jika kita mengamati dengan cermat sirah atau perjalanan hidupnya, kita akan menemukan gambaran ketika beliau dilempari batu dan kotoran oleh kaum kafir Quraisy di Thaif.

 

Meskipun mengalami perlakuan tersebut, beliau tetap bersikap sabar dan menolak untuk melaknat atau mengutuk mereka. Bahkan, ketika malaikat penjaga gunung menawarkan untuk menimpakan gunung tersebut kepada orang-orang yang menyiksanya, Rasulullah SAW justru mendoakan agar mereka yang berbuat zalim tersebut menerima petunjuk Islam, termasuk di antara keturunan mereka.

 

Kisah tersebut mengandung pelajaran bahwa kesabaran Rasulullah SAW adalah contoh yang harus diikuti oleh umat Muslim. Rasulullah SAW juga menegaskan melalui Hadisnya bahwa kesabaran adalah sifat yang sangat penting. Meskipun memiliki sifat sabar tidaklah mudah, namun sebagai umatnya, kita harus berusaha untuk meneladani hal tersebut. Salah satu cara untuk melatih diri agar memiliki sifat sabar adalah melalui mujahadah.

Baca Juga: Peristiwa Besar yang Bersejarah di Bulan Ramadhan

 

Sabar Prespektif Imam Junaid Al-Baghdadi dan Ibnu Athoillah

 

Pembahasan tentang sifat sabar yang harus dilatih melalui mujahadah ini erat kaitannya dengan praktik spiritual seorang sufi. Praktik spiritual ini umumnya dilakukan oleh tokoh-tokoh sufi yang telah berhasil dalam melatih diri mereka. Mereka pun tidak lain juga mengikuti teladan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

 

Imam Junaid Al-Baghdadi menggambarkan sifat sabar sebagai meneguk kepahitan tanpa menampilkan ekspresi wajah yang cemberut, seperti yang disebutkan dalam Kitab Risalatul Qusyairiyah. Ini menggambarkan bahwa orang yang sabar tetap merasa bahagia dan tidak menunjukkan kesulitan atas musibah yang menimpanya. Mereka yakin bahwa Allah akan memberikan solusi dalam waktu yang sesuai.

 

Di sisi lain, Ibnu Athoillah menjelaskan bahwa sabar mirip dengan berdiri tegak di tengah musibah sambil memperbaiki perilaku dengan penuh adab. Kitab Al-Hikam menegaskan bahwa musibah seharusnya disikapi dengan kesadaran diri yang meningkatkan cinta kepada Allah, sesama manusia, dan alam.

 

Terkadang, Allah memberikan musibah kepada seseorang untuk menguatkan cinta mereka kepada-Nya melalui ibadah. Saat seseorang menghadapi kesulitan, mereka cenderung mendekatkan diri kepada Tuhan mereka. Namun, saat mereka dalam keadaan bahagia, mereka cenderung melupakan-Nya.

 

Perilaku adab yang perlu diperhatikan meliputi adab kepada Allah melalui ibadah serta adab kepada makhluk-Nya yang dikenal sebagai mu’amalah. Adab kepada Allah tercermin dalam khusyuk dalam ibadah wajib seperti shalat fardhu dan memperhatikan ibadah sunnah lainnya. Adab kepada makhluk-Nya melibatkan prinsip kasih sayang sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kasih sayang tersebut mencakup menghargai dan menghormati sesama manusia serta memberikan perlakuan yang baik kepada makhluk hidup lainnya seperti hewan, tanaman, dan lingkungan. Nabi Muhammad SAW sendiri mencontohkan kasih sayang ini, seperti mencintai kucingnya yang bernama Muezza.

 

Jika kita melihat kehidupan Nabi Muhammad SAW secara historis, kita akan menemukan bahwa beliau selalu mengedepankan prinsip humanisme. Beliau bersahabat baik dengan sesama Muslim dan dapat berinteraksi dengan berbagai latar belakang manusia.

Baca Juga: Rumus Lailatul Qadar Menurut Imam Al-Ghazali

 

Sabar Prespektif Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

 

Dalam Kitab Nashaihul Jailani, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani menegaskan bahwa sabar bersama Allah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan, bukan hanya sekadar perkara sunnah. Beliau menekankan bahwa sabar merupakan tuntutan bagi setiap individu yang berakal dan mukallaf, serta harus diiringi dengan ridha terhadap ketetapan Allah SWT. Pernyataan ini dengan jelas menyatakan bahwa sabar memiliki posisi yang setara dengan pelaksanaan ibadah shalat. Hal ini tercermin dalam kesetaraan perintah untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT berikut ini:

 

وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ

 

Wasta’inu bis-sabri was-salah, wa innaha lakabiratun illa ‘alal-khasyi’in

 

Artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,”

 

Ayat tersebut menggarisbawahi betapa pentingnya kesabaran bagi manusia. Kehidupan tanpa kesabaran cenderung menimbulkan amarah, emosi, dan sikap egois. Bila tiga sifat tersebut merajalela, hati seseorang menjadi keras, menyebabkan sulit menerima nasihat atau kritik dari orang lain, dan cenderung bertindak semaunya.

Baca Juga: Apakah Takdir Bisa Diubah?

 

Oleh karena itu, kesabaran adalah sifat yang sangat diperlukan oleh setiap individu dalam menjalani kehidupannya, terutama di zaman modern ini.

 

Mengapa demikian?

 

Kita dapat melihat bahwa masyarakat dunia modern saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dan tantangan yang kompleks. Dengan adanya gadget dan media sosial, informasi dapat tersebar dengan cepat tanpa batas. Jika tidak mampu mengendalikannya, hal tersebut dapat mengakibatkan dorongan untuk memenuhi keinginan dengan segala cara, mengikuti hawa nafsu tanpa pertimbangan yang matang. Oleh karena itu, kesabaran menjadi kunci dalam menghadapi kehidupan ini. Dengan kesabaran, semoga kita dapat meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT di tengah gempuran modernitas ini. Aamiin.

(DM)