Tenggulangbaru.id – Dalam menjalankan ibadah puasa, menjaga keabsahan puasa dari hal-hal yang membatalkan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim.
Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah: Apakah menelan dahak saat berpuasa dapat membatalkan puasa?
Para ulama memiliki perbedaan pendapat terkait hal ini, tergantung pada kondisi dan bagaimana dahak itu ditelan.
Dalam pembahasan ini akan mengulas detail hukum menelan dahak menurut berbagai mazhab, sehingga umat Muslim bisa memahami dan menjalankan ibadah puasanya dengan lebih yakin.
Dalam Al-Mausu’ah Al-Kuwaitiyah, disebutkan bahwa dahak (النُّخَامَة / النُّخَاعَة) adalah cairan yang keluar dari tenggorokan, baik disebabkan batuk maupun dehem. Dahak juga bisa berasal dari saluran pernapasan atas atau dari dalam tubuh.
Imam Al-Fayyumi mengutip pendapat Ibn Al-Atsir dan Al-Mutharrizi bahwa dahak juga termasuk lendir yang keluar dari hidung saat seseorang berdehem (التنحنح). Oleh karena itu, beberapa ulama menyamakan hukum menelan dahak dengan hukum menelan cairan lain yang berasal dari luar mulut.
Para ulama sepakat bahwa jika seseorang menelan dahak secara tidak sengaja, puasanya tetap sah alias tidak batal. Hal ini dikarenakan dahak merupakan cairan alami yang berasal dari dalam tubuh, dan sulit untuk menghindarinya sepenuhnya.
Namun, jika dahak telah mencapai bagian luar mulut dan seseorang menelannya kembali dengan sengaja, maka terdapat perbedaan pendapat di antara ulama.
Menurut As-Syaikh Dr. Ali Jum’ah Muhammad dalam fatwa Dar Al-Ifta’ Al-Mishriyah, menelan dahak saat berpuasa tidak membatalkan puasa, namun jika seseorang mengeluarkannya terlebih dahulu ke dalam rongga mulut, lalu menelannya kembali. Hal ini dijelaskan dalam kitab Al-Majmu’:
“Dahak, jika belum mencapai batas bagian luar mulut, maka tidak membatalkan puasa menurut kesepakatan ulama. Namun, jika seseorang mengeluarkannya ke mulut dan menelannya kembali, maka puasanya batal menurut mayoritas ulama.”
Dengan demikian, jika seseorang menelan dahak yang masih berada di tenggorokan, puasanya tetap sah. Namun, jika dahak sudah sampai ke rongga mulut dan kemudian ditelan kembali dengan sengaja, maka puasanya batal.
Mazhab Syafi’i memiliki perincian hukum sebagai berikut:
Pendapat ini didasarkan pada berbagai referensi kitab fiqih, seperti Hasyiyata Qolyubi wa ‘Umairah, Kanzur Raghibin, Al-Hawi Al-Kabir, dan Raudhotut Thalibin.
Mazhab Hanbali lebih tegas dalam menetapkan bahwa menelan dahak membatalkan puasa jika sudah sampai ke mulut. Dikarenakan dahak yang telah mencapai mulut dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari luar tubuh, seperti makanan atau minuman.
Menurut mazhab Hanbali dahak yang telah sampai ke mulut wajib diludahkan, dan jika ditelan, maka puasa batal. Karena dahak sama saja dengan muntah yang kembali ditelan.
Mazhab Hanafi dan Maliki memiliki pendapat yang lebih longgar dibandingkan Mazhab Hanbali. Mereka berpendapat bahwa menelan dahak tidak membatalkan puasa, kecuali jika dahak tersebut telah bercampur dengan sesuatu dari luar tubuh, seperti makanan atau minuman.
Bagaimana Sebaiknya? Karena adanya perbedaan pendapat, cara paling aman bagi orang yang berpuasa adalah membuang dahak yang telah sampai ke mulut agar:
Ibnu Syihnah dalam kitab Maraqi Al-Falah juga menyarankan agar seseorang meludahkannya untuk menjaga keabsahan puasanya.
Puasa adalah ibadah yang mengajarkan kesabaran dan kedisiplinan. Oleh karena itu, memahami hukum menelan dahak saat berpuasa sangat penting agar ibadah tetap sah dan sempurna.
Jika memungkinkan, lebih baik membuang dahak yang telah sampai ke mulut, sebagaimana disarankan oleh banyak ulama. Dengan demikian, kita dapat menjalankan puasa dengan lebih tenang tanpa khawatir batal.
Semoga penjelasan ini bermanfaat dan memberikan pencerahan bagi umat Muslim saat menjalankan ibadah puasa dengan lebih baik. Wallahu A’lam. (DM)
Tinggalkan Balasan