Tenggulangbaru.id – Sebelum menjalankan ibadah puasa, penting bagi umat muslim untuk memastikan bahwa mereka membaca niat dengan benar. Salah satu rukun puasa Ramadhan adalah membaca niat dengan tepat. Tanpa membaca niat, puasa tidak akan sah. Oleh karena itu, membaca niat puasa adalah kewajiban bagi setiap muslim yang ingin berpuasa.
Niat puasa Ramadhan sebaiknya dibaca sebelum waktu subuh. Ini penting karena sahur berakhir ketika adzan subuh berkumandang. Membaca niat puasa saat sahur membantu umat muslim mempersiapkan diri untuk menjalani ibadah puasa dengan baik.
Selain itu, pemahaman yang benar tentang pentingnya membaca niat puasa dapat membantu umat muslim menjalankan ibadah dengan lebih baik dan menghindari kesalahan yang tidak disengaja.
Baca Juga: Doa Hari ke-1 Puasa Ramadhan
Niat puasa Ramadhan bisa diucapkan dalam bahasa apa pun, namun, banyak umat muslim melafalkannya dalam bahasa Arab. Berikut adalah bacaan niat puasa dalam bahasa Arab:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَ
Tulisan Latin Niat Puasa Ramadhan
Bagi yang kesulitan dengan bahasa Arab, ini adalah niat puasa Ramadhan dalam tulisan latin:
“Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’i fardhi syahri ramadhaana haadzihis sanati lillahi ta’ala.”
Selain bacaannya, penting juga memahami arti dari niat puasa Ramadhan:
“Saya niat puasa untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan, karena Allah Ta’ala.”
Syarat Wajib Puasa merupakan kondisi yang harus dipenuhi sebelum seseorang melaksanakan suatu ibadah. Jika tidak memenuhi persyaratan wajib, maka kewajibannya menjadi tidak sah. Sementara itu, rukun adalah unsur-unsur yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan suatu ibadah.
Persyaratan pertama yang harus dipenuhi agar seseorang diwajibkan menjalankan ibadah puasa, khususnya puasa Ramadhan, adalah menjadi seorang muslim atau muslimah. Puasa dianggap sebagai ibadah yang mutlak diperlukan atau sebagai bagian penting dari keislamannya, sebagaimana disampaikan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Imam Muslim.
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ
“Dari Abi Abdurrahman, yaitu Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab r.a, berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Islam didirikan dengan lima hal, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya shalat, dikeluarkannya zakat, dikerjakannya hajji di Baitullah (Ka’bah), dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadhan.” (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 7 dan Muslim: 19)
Persyaratan kedua untuk wajib berpuasa Ramadhan adalah mencapai baligh, yang artinya sudah mengalami masa pubertas, yang ditandai dengan keluarnya mani bagi laki-laki, baik dalam keadaan tidur atau terjaga, dan menstruasi bagi perempuan. Batas usia minimal untuk keluarnya mani dan menstruasi adalah 9 tahun.
Bagi yang belum mengalami keluarnya mani dan menstruasi, batas minimal usia baligh adalah 15 tahun. Persyaratan ini menetapkan bahwa anak yang belum mencapai pubertas seperti yang disebutkan di atas tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan.
Persyaratan ketiga untuk seseorang yang wajib berpuasa Ramadhan adalah memiliki akal yang sehat, tidak mengalami gangguan mental atau mabuk. Seseorang yang tidak sadar karena mabuk atau gangguan mental tidak diwajibkan berpuasa, kecuali jika mereka sengaja mabuk, maka mereka harus mengganti puasanya di hari-hari lain (qadha).
رُفِعَ اْلقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النّائِمِ حَتّى يَسْتَيْقِظُ وَعَنِ اْلمَجْنُوْنِ حَتّى يُفِيْقَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَبْلُغَ
“Tiga golongan yang tidak terkena hukum syar’i: orang yang tidur sapai ia terbagngun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh.” (Hadits Shahih, riwayat Abu Daud: 3822, dan Ahmad: 910. Teks hadits riwayat al-Nasa’i)
Syarat keempat adalah kemampuan untuk menjalankan puasa. Selain menjadi muslim, mencapai pubertas, dan memiliki akal sehat, seseorang juga harus mampu dan kuat secara fisik untuk menjalankan ibadah puasa. Jika tidak mampu, maka diwajibkan mengganti puasa pada bulan berikutnya atau membayar fidyah. Detail lebih lanjut akan dijelaskan dalam pasal selanjutnya yang akan membahas permasalahan terkait puasa.
Syarat kelima adalah mengetahui awal bulan Ramadhan. Puasa Ramadhan diwajibkan bagi muslim yang memenuhi persyaratan yang telah dijelaskan sebelumnya, jika ada saksi yang dapat dipercaya yang melihat hilal secara langsung tanpa alat bantu. Kesaksian mereka dapat dipercaya setelah mereka bersumpah, maka muslim di wilayah tersebut wajib menjalankan puasa. Jika hilal tidak terlihat karena awan tebal, maka awal bulan Ramadhan ditetapkan dengan menyempurnakan 30 hari bulan Sya’ban.
Seperti yang disampaikan dalam hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُواعِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
“Berpuasa dan berbukalah karena melihat hilal, dan apabila hilal tertutup awan maka sempurnakanlah hitungannya bulan menjadi 30 hari.” (HR. Imam Bukhari)
Adapun rukun puasa hanya dua, pertama niat. Niat puasa Ramadhan merupakan pekerjaan ibadah yang diucapkan dalam hati dengan persyaratan dilakukan pada malam hari dan wajib menjelaskan kefardhuannya didalam niat tersebut, contoh; saya berniat untuk melakukan puasa fardlu bulan Ramadhan.
Niat puasa Ramadhan harus dinyatakan dalam hati sebelum fajar, dengan menyadari kewajiban yang harus dilaksanakan, seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ لَمْ يَجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Siapa yang tidak membulatkan niat mengerjakan puasa sebelum waktu fajar, maka ia tidak berpuasa,” (Hadits Shahih riwayat Abu Daud: 2098, al-Tirmidz: 662, dan al-Nasa’i: 2293).
Waktu mengucapkan niat untuk puasa sunnah, bisa dilakukan setelah terbit fajar, seperti yang dijelaskan dalam hadits:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : دَخَلَ عَلَّيَّ رَسُولُ اللهِ صَلِّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ شَيْءٍ ؟ فَقُلْنَا لَا فَقَالَ: فَاِنِّي اِذًنْ صَائِمٌ. ثُمَّ اَتَانَا يَوْمًا اَخَرَ، فَقُلْنَا: يَارَسُوْلَ اللهِ اُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ فَقَالَ: اَرِيْنِيْهِ فَلَقَدْ اَصْبَحْتُ صَائِمًا فَاَكَلَ
“Dari Aisyah r.a, ia menuturkan, suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepadaku dan bertanya, “apakah kamu punya sesuatu untuk dimakan?”. Aku menjawab, “Tidak”. Maka Belaiu bersabda, “hari ini aku puasa”. Kemudian pada hari yang lain Beliau dating lagi kepadaku, lalu aku katakana kepadanya, “wahai Rasulullah, kami diberi hadiah makanan (haisun)”. Maka dijawab Rasulullah, “tunjukkan makanan itu padaku, sesungguhnya sejak pagi aku sudah berpuasa” lalu Beliau memekannya.” (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 1952, Abu Daud: 2099, al-Tirmidzi; 666, al-Nasa’i: 2283, dan Ahmad: 24549)
Rukun yang kedua adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa. Untuk detailnya apa-apa yang membatalkan puasa akan dijelaskan pada pasal sesuatu yang membatalkan puasa.
فَاْلئَنَ باَشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلاَسْوَدِ مِنَ اْلفَجْرِ ثُمَّ اَتِّمُوْا الصِّيَامَ اِلَى اللَّيْلِ
“Maka sekarang campurilah, dan carilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, serta makan dan minumlah sampai waktu fajar tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai waktu malam tiba…” (QS. al-Baqarah, 2: 187)
Selain memahami rukun puasa dan memperhatikan syarat wajib puasa, umat Islam juga diharuskan untuk menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Mengenai hal-hal yang membatalkan puasa tersebut, telah dijelaskan dalam kitab Fath al-Qarib, seperti yang dikutip dari “Delapan Hal yang Membatalkan Puasa”. Disebutkan bahwa terdapat delapan peristiwa yang dapat membatalkan puasa.
Puasa menjadi batal ketika suatu benda atau ‘ain, seperti makanan, minuman, atau benda lainnya masuk melalui lubang yang berhubungan dengan organ bagian dalam seperti mulut, telinga, dan hidung.
Puasa dianggap batal jika seseorang memasukkan obat atau benda melalui saluran depan atau belakang tubuh. Contohnya adalah pengobatan untuk penyakit ambeien atau pemasangan kateter urin.
Muntah dengan sengaja membatalkan puasa. Namun, jika muntah tidak disengaja dan tidak ada yang tertelan kembali, maka puasa tetap sah.
Melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis di siang hari puasa secara sengaja membatalkan puasa dan mengakibatkan denda atau kafarat. Denda tersebut adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, wajib memberi makanan pokok senilai satu mud atau setara dengan 0,6 kilogram beras atau ¾ liter beras kepada 60 fakir miskin.
Keluarnya air mani karena bersentuhan kulit juga membatalkan puasa. Ini bisa terjadi karena onani atau kontak dengan lawan jenis tanpa hubungan seksual. Namun, jika air mani keluar karena mimpi basah, puasa tetap sah.
Puasa batal bagi wanita yang sedang haid atau nifas, dan mereka harus mengqadha puasanya.
Jika seseorang mengalami gangguan jiwa atau gila saat berpuasa, maka puasanya dianggap batal.
Seseorang yang berpuasa dan kemudian keluar dari agama Islam dihukumi batal puasanya jika perbuatan tersebut mengingkari ajaran Islam.
Sebelum menjalankan ibadah puasa, penting bagi umat Muslim untuk membaca niat dengan benar. Salah satu rukun puasa Ramadhan adalah membaca niat dengan baik dan benar. Semua umat Muslim harus tahu bagaimana membaca niat puasa Ramadhan karena niat adalah bagian wajib dari puasa. Niat juga membantu seseorang untuk lebih kuat dalam menahan godaan. Niat puasa Ramadhan harus dibaca sebelum waktu subuh, dan ini biasanya dilakukan saat sahur, karena batas waktu sahur adalah sampai adzan subuh. Wallahu ‘alam. [DM]
Tinggalkan Balasan