Revolusi (dari bahasa latin revolutio, yang berarti “berputar arah”) adalah perubahan fundamental (mendasar) dalam struktur kekuatan atau organisasi yang terjadi dalam periode waktu yang relatif singkat. Kata kuncinya adalah Perubahan dalam Waktu Singkat.
Aristoteles menggambarkan pada dasarnya ada 2 jenis revolusi yakni Perubahan sepenuhnya dari satu aturan ke yang lainnya, dan Modifikasi terhadap aturan yang ada.
Revolusi telah banyak terjadi dalam sejarah umat manusia dan bervariasi dalam berbagai metoda, durasi, dan ideologi motivasi. Hasilnya telah terjadi perubahan besar dalam budaya, ekonomi, dan institusi sosio-politik.
Mental atau tepatnya Mentalitas adalah cara berpikir atau kemampuan untuk berpikir, belajar dan merespons terhadap suatu situasi atau kondisi. Contohnya, jika seseorang mengatakan anda mempunyai mentalitas anak TK, maka itu sih oke-oke saja kalau anda memang murid TK, tetapi jika anda anak SMA, itu berarti anda dianggap tidak dewasa (sematang semestinya anak SMA). Tidak lucu kan, anak SMA bermental anak TK…??
Contoh lain, Mental Priyayi, artinya orang yang cara berpikir, bersikap dan merspons sesuatu seperti priyayi (bangsawan), maunya diladeni, tak mau kerja keras/kotor, mintanya selalu dihormati, duduk harus didepan, menjaga jarak dengan kaum miskin, maunya yang mahal-mahal dst… Tentu orang seperti ini tidak bisa diajak berjuang, bekerja keras dan maunya dapat hasilnya saja.
Jelas bahwa kata asal mentalitas adalah mental, yang berarti ‘pikiran’. Bagaimana pikiran anda bekerja itulah mentalitas anda, yaitu cara anda berpikir tentang sesuatu.
Cara berpikir (mentalitas) dibentuk dari pengalaman, hasil belajar, atau pengaruh lingkungan. Contohnya, anda mungkin memiliki mentalitas kompetitif (berebutan) kalau ada makanan, karena di keluarga anda, saat makan anda semeja dan harus berbagi dengan 9 saudara.
Jadi, Revolusi Mental dapat diartikan dengan perubahan yang relatif cepat dalam cara berpikir kita dalam merespon, bertindak dan bekerja. Memangnya kenapa harus dirubah? Apa ada yang salah? Banyak…., bahkan banyak sekali!
Kita sekarang telah hidup di Era Informasi yang membuat globalisasi dunia dengan pradigmanya sendiri, sementara kita masih banyak… bahkan banyak sekali terperangkap dalam paradigma atau pola pikir lama, Era Industrial maupun era agrikultural, yang sudah jauh tertingal dan banyak bertolak belakang dengan era informasi yang meng-global itu.
Juga mentalitas yang terbentuk akibat penjajahan selama 350 tahun! Ada mental penjilat, mental budak, dan berbagai pola pikir tidak produktif lainnya.
Apa saja sikap mental, paradigma atau cara berpikir yang sudah usang itu dan harus dirubah dalam waktu relatif singkat dan bagaimana merubahnya.
Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Hal ini juga sejalan dengan visi pemerintahan Jokowi-JK, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, danBerkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.
(Diagram Wawasan Kebangsaan — Nilai Revolusi Mental)
Sebagaimana disampaikan oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, visi Indonesia selama lima tahun ke depan adalah mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian dan berlandaskan gotong- royong. Visi tersebut kemudian dijabarkan lagi dalam tujuh misi Presiden dan 9 agenda strategis yang dikenal dengan Nawa Cita.
Salah satu agenda prioritas dalam Nawa Cita adalah melakukan revolusi karakter bangsa/revolusi mental (nomor 8)
RPJMN Buku II, Point F. Kebudayaan. Nomor 1: Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa
Dengan melihat 3 masalah bangsa diatas, menjadi sangat relevan mengedepankan revolusi karakter bangsa sebagai salah satu agenda prioritas pembangunan nasional. Namun revolusi karakkter bangsa tidak akan berjalan optimal tanpa diawali dengan initiative melakukan revolusi mental.
Konsep Revolusi Mental : Gerakan Hidup Baru : Cara Pandang, Cara Pikir & Cara Kerja : Trisakti
Baca Juga: ASAL USUL DATA PENERIMA BANTUAN PKH
Baca Juga: Daftar Desa dan Kode Desa & Kelurahan di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
Sistem, sebagai tatanan hubungan antar individu dalam hubungan sosial, ekonomi, politik, ataupun budaya, yang dapat membangun integritas, etos kerja, dan gotong royong. Kepeloporan dimulai dari Sistem Birokrasi Pemerintahan (sebagai penggagas).
Perombakan cara berpikir + cara kerja + cara hidup
Apa yang harus dilakukan agar terjadi perombakan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup yang membangun. Bagaimana Publik dapat menilai dan melihat telah terjadi perombakan pada PROGRAM KERJA, MEMBANGUN INTEGRITAS , INDIKATOR INTEGRITAS.
Apa yang harus dilakukan agar terjadi perombakan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup yang membangun ETOS KERJA Aparat Negara dan Birokrasi? Bagaimana Publik dapat menilai dan melihat telah terjadi perombakan pada PROGRAM KERJA MEMBANGUN ETOS KERJA , INDIKATOR ETOS KERJA.
Apa yang harus dilakukan agar terjadi perombakan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup yang membangun GOTONG ROYONG Aparat Negara dan Birokrasi? Bagaimana Publik dapat menilai dan melihat telah terjadi perombakan pada PROGRAM KERJA MEMBANGUN GOTONG ROYONG, INDIKATOR GOTONG ROYONG.
Melalui Internalisasi 3 Nilai Revolusi Mental Mulai Dari Birokrat, Lembaga Pendidikan, Kelompok Masyarakat, Swasta, sampai Keseluruh Lapisan Masyarakat.
Memperkuat kurikulum pendidikan untuk membangun integritas, membentuk etos kerja keras dan semangat gotong royong
Lahirnya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa turut melahirkan paradigm baru dalam tata kelola pemerintahan, khususnya tata kelola pemerintahan desa. Terlebih bahwa UU Desa memberikan pengakuan atas kewenganan desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.UUD 1945 telah mengamanahkan negara untuk “…memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan” (UUD 1945 amendemen ke-4 pasal 34 ayat 2).
Secara eksplisit UU 6 Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan “pemberdayaan masyarakat desa sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa”. (Bab I ketentuan umum).
Adanya peningkatan sikap, ketrampilan, perilaku, kemampuan dan kesadaran dapat dibangun melalui perubahan tata kelola atau sistem pemerintahan yang didukung oleh individu-individu dengan cara pandang, sikap dan perilaku yang sejalan dengan nilai dan karakter pada revolusi mental sebagaimana pada agenda nawa cita Pemerintahan Jokowi-JK.
Nilai dan karakter pada revolusi mental sebagaimana pada agenda nawa cita harus sinergi dan terwujud pada tata kelola pemerintahan desa yang sesuai dengan azas pengaturan desa pada Pasal 3 UU 6 Tahun 2014 yang terdiri dari rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, dan keberlanjutan.
Wujud dari revolusi mental pada tata kelola pemerintahan desa tergambar pada Gambar dibawah ini:
Gambar 2.1. Diagram Hubungan Lembaga Di Desa dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa
Berdasarkan Gambar 2.1. Diagram Hubungan Lembaga Di Desa dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa dapat dijelaskan:
Pemerintahan Desa adalah pemerintah desa yang terdiri dari Kepala Desa dan PerangkatDesa. Perangkat Desas terdiri dari:
Hubungan perintah dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa dalam revolusi mental dapat meningkatkan etos kerja dan kerjasama tim work dalam melaksanakan tugas masing-masing dalam meningkatkan pelayanan pada masyarakat dengan lebih baik.
Kepala Desa dengan BPD yaitu BPD mempunyai fungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa. BPD dengan etos kerja yang tinggi untuk mengawasi dan meminta keterangan laporan dalam bentuk laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa. Selanjutnya BPD dalam forum musyawarah desa menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Dalam pelaksanaan tugas BPD tersebut di atas mendapatkan biaya tunjangan dan operasional BPD sehingga BPD dalam melaksanakan tugas dengan kerja keras dalam wujud terjadinya perombakan program kerja BPD yang responsif terhadap aspirasi masyarakat desa.
Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat, badan kerjasama antar desa (BKAD) dan Badan Usaha Milik Desa (Bum Desa) dalam hubungan kemitraan Pemerintahan Desa dengan Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat, BKAD dan Bum Desa dalam hal kerjasama hubungan kemitraan yang dilakukan secara bersama-sama dengan melakukan penanaman dan internalisasi positif terkait etos kerja dan budaya sosial meliputi disiplin, kerja keras, kerjasama, integritas, gotong royong, disiplin dan solidaritas.
Revolusi mental yang terwujud dalam hubungan kemitraan tersebut adalah tercapainya desa yang maju, mandiri, demokartis dan sejahtera.
Gambar 2.2 Diagram Tata Kelola Pemerintahan Desa sesuai UU No 6 Tahun 2014
Berdasarkan Gambar 2.2. Diagram Tata Kelola Pemerintahan Desa sesuai UU No. 6 Tahun 2014 bahwa kedudukan desa menggambarkan konstruksi menggabungkan fungsi Self Governing Community (Tata Kelola Milik Masyarakat) dengan Local Self Government (Pemerintah Lokal). Wujud dari Self Governing Community (Tata Kelola Milik Masyarakat) adalah mampu merumuskan kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan desa lokal berskala desa dalam bentuk kerangka kerja dan prioritas pembangunan yang jelas secara partisipatf (perumusan prioritas pembangunan dan program kerja partisipatf) dengan menggabungkan wujud dari Local Self Government (Pemerintah Lokal) yang juga mampu merumuskan kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota dan kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bentuk kerangka kerja dan prioritas pembangunan yang jelas secara partisipatf (perumusan prioritas pembangunan dan program kerja partisipatf).
Wujud kongkrit sesuai tersebut di atas adalah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa), Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDesa), pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Bum Desa), Peraturan Desa yang mempunyai basis legalitas (perumusan peraturan di desa berbasiskan aturan-aturan hokum positif yang lebih tinggi) dan basis legitimasi (perumusan peraturan di desa yang berbasiskan aspirasi masyarakat), kerjasama antar desa, dan kinerja pemerintahan desa dengan baik sesuai asas kepastian hukum, asas akuntabilitas, asas keterbukaan dan asas profesionalitas.
Wujud kongkrit itu dapat dihasilkan jika Tata Kelola Pemerintahan Desa mempunyai revolusi mental dalam bentuk perubahan relatif cepat dalam cara berpikir Tata Kelola Pemerintahan Desa dalam merespon, bertindak dan berkerja dalam bentuk memiliki integritas, kerja keras, gotong royong, etika kerja dan pelayanan sehingga wujud kongkrit itu dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa dapat menjawab tujuan dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu :
[***]
Tinggalkan Balasan