Gotong royong yang dulu digagas pertama kali oleh pendiri bangsa, Ir. Soekarno kian hari semakin terkikis dengan budaya individual ditengah persaingan yang begitu ketat dalam mencapai tujuan tertentu, kenyataan inilah yang membuat nilai-nilai sosial ditatanan masyarakat yang sejak dulu sudah ditanamkan oleh nenek moyang kita luntur seiring dengan perkembangan jaman. padahal untuk mencapai suatu tujuan dan cita-cita bersama seharusnya dikerjakan secara bersama-sama.
Gotong-royong merupakan salah satu nilai luhur yang ada di Indonesia. Nilai ini diwujudkan dalam bentuk kerja sama dan saling membantu atar sesama. Gotong-royong sangat penting bagi masyarakat, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pembangunan desa.
Seluruh warga desa mengenal secara baik budaya gotong-royong karena merupakan nilai yang diturunkan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Meskipun terdiri dari latar belakang perekonomian dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda dan memiliki agama dan keyakinan tidak sama namun semangat warga desa untuk menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan antar warga desa merupakan salah satu cermin penerapan nilai-nilai gotong-royong di desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa atau yang lebih populer sebagai Undang-Undang Desa telah memberikan perhatian yang besar terhadap penguatan nilai-nilai kegotong-royongan di masyarakat desa. Hal ini terlihat dari adanya pasal-pasal yang mengatur tentang pemberdayaan masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Baca Juga: Gerakan Nasional Transmigrasi Sebagai Pembangun Daerah dan Perekat Bangsa
Salah satu faktor yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan di Desa adalah adanya semangat gotong royong yang tinggi di kalangan masyarakatnya. Gotong royong merupakan salah satu nilai budaya yang telah mengakar kuat di masyarakat Desa. Nilai ini diwujudkan dalam berbagai kegiatan, baik dalam bidang pembangunan fisik maupun non-fisik.
Salah satu contoh program pembangunan yang dilakukan di Desa antara lain Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin di desa dengan penganggaran stimulan pemerintah desa sebesar sepuluh juta, lima belas juta, hingga dua puluh juta per kepala kelurga penerima manfaat.
Pembangunan RTLH di Desa dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara gotong royong. Masyarakat secara sukarela bergotong royong untuk membangun rumah bagi tetangganya yang kurang mampu.
Masyarakat desa memiliki kebiasaan gotong-royong sambatan dalam pengerjaan lahan pertanian, panen hasil hutan, membuat jalan akses ke hutan, dan kegiatan pembangunan rumah. Ada pembagian pekerjaan yang baik antara para pemuda, bapak-bapak paruh baya, orang tua dan ibu-ibu rumah tangga.
Dalam membangun rumah mereka berbagi tugas, para orang tua laki-laki yang masih memiliki tenaga bahu membahu menebang pohon bambu kemudian membelahnya untuk dibuat menjadi bahan-bahan bangunan berupa ‘reng” atau dijadikan “sesek” yakni dinding yang terbuat dari anyaman bambu.
Para pemuda lebih memilih untuk mengerjakan pengangkutan bahan material dari lokasi yang tidak terjangkau kendaraan seperti pasir, batu, semen dan lainnya, ada juga yang mengaduk bahan material menjadi adonan untuk memasang batako dinding dan membuat adukan untuk cor.
Sementara itu para bapak-bapak yang memiliki keahlian pertukangan silih berganti mengarahkan yang lainnya dalam pengerjaan struktur dan model bangunan. Yang menarik, para lelaki warga desa bergotong- royong membangun rumah tanpa hitung-hitungan upah dan kompensasi tenaga.
Mereka bekerja penuh dengan keikhlasan dan tanpa paksaan (sukarela). Baik orang tua maupun pemuda semua terjun membuat bangunan, sementara ibu-ibu dan para gadis menanak nasi dan membuat lauk-pauk untuk makan siang bersama.
Mereka benar-benar memelihara dan menghormati budaya dan adat-istiadat bergotong- royong yang merupakan harta warisan para leluhur yang sangat tinggi (“adi- luhung”).
Baca Juga: Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI)
Pembangunan desa merupakan upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) telah memberikan keleluasaan dan kewenangan yang lebih besar kepada desa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini tentunya memberikan dampak positif bagi pembangunan di desa.
Salah satu dampak positif dari lahirnya UU Desa adalah peningkatan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan. UU Desa mengamanatkan bahwa pembangunan desa harus melibatkan masyarakat secara aktif. Hal ini diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti musyawarah desa, perencanaan pembangunan desa, dan pelaksanaan pembangunan desa.
Peningkatan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan tentunya akan berdampak pada peningkatan kualitas pembangunan. Hal ini dikarenakan masyarakat desa adalah pihak yang paling mengetahui kebutuhan dan potensi desa mereka. Dengan adanya partisipasi masyarakat, pembangunan desa akan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, lahirnya UU Desa juga telah mendorong peningkatan anggaran pembangunan desa. UU Desa mengamanatkan bahwa pemerintah desa berhak mengelola keuangan desa secara mandiri. Hal ini tentunya akan meningkatkan ketersediaan anggaran pembangunan desa.
Peningkatan anggaran pembangunan desa tentunya akan berdampak pada peningkatan kualitas infrastruktur dan fasilitas desa. Hal ini dikarenakan infrastruktur dan fasilitas desa merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan desa. Dengan adanya infrastruktur dan fasilitas yang memadai, pembangunan desa akan lebih efektif dan efisien.
Secara umum, lahirnya UU Desa telah memberikan dampak positif bagi pembangunan di desa. Hal ini terlihat dari peningkatan partisipasi masyarakat, peningkatan anggaran pembangunan desa, dan peningkatan kualitas pembangunan desa.
Berikut adalah beberapa contoh pembangunan di desa yang telah mengalami peningkatan setelah lahirnya Undang-Undang Desa. Peningkatan infrastruktur desa. Banyak desa yang telah membangun infrastruktur desa, seperti jalan desa, jembatan, irigasi, dan fasilitas umum lainnya.
Peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan desa. Banyak desa yang telah membangun sekolah, puskesmas, dan fasilitas kesehatan lainnya. Peningkatan ekonomi desa. Banyak desa yang telah mengembangkan potensi ekonomi lokal, seperti pertanian, peternakan, dan pariwisata.
Tentu saja, masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan desa. Salah satu tantangan utama adalah masih rendahnya kapasitas masyarakat desa dalam pembangunan. Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu terus memberikan pendampingan kepada masyarakat desa.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat, pembangunan desa di Indonesia akan semakin maju dan berkembang.
Baca Juga: Transmigrasi dan Permasalahan didalamnya
Gotong-royong dalam pembangunan Rumah Tidak Layak Huni yang dilakukan oleh warga desa Pasekan seperti diilustrasikan penulis di atas dapat memberikan makna bahwa gotong-royong adalah ‘bersama-sama menyelesaikan pekerjaan dan tantangan”. Gotong-royong merupakan sikap terpuji untuk membantu kaum yang lemah dalam menyelesaikan persoalan hidupnya.
Masyarakat jawa memiliki pepatah “crah agawe bubrah, rukun agawe santoso yang memiliki makna kebersamaan atau gotong-royong akan menguatkan yang lemah dan menjadikan sesuatu pekerjaan menjadi ringan. Hal tersebut masih dipegang teguh oleh warga desa dalam melaksanakan pembangunan desa.
Undang-Undang desa yang kemudian memunculkan dana desa yang digulirkan oleh pemerintah menjadi angin segar bagi warga desa untuk membangun desa dengan semangat gotong-royong. Dana Desa menjadi sumber pendapatan desa dari pemerintah pusat yang dinantikan oleh warga desa untuk memenuhi kekurangan fiskal di desa.
Perpaduan antara semangat gotong-royong warga desa dan dukungan Dana Desa dari pemerintah pusat akan menjadikan pembangunan di desa semakin cepat untuk mewujudkan masyarakat desa yang mandiri. Hal demikian menjadikan konsekwensi logis semangat gotong-royong warga desa yang menjadi kebiasaan turun temurun warga desa untuk selalu dijaga dan dikembangkan kelestariannya oleh warga desa.
Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam upaya pelestarian nilai-nilai gotong-royong di masyarakat desa. Ada kekhawatiran bahwa semangat gotong-royong akan semakin memudar seiring dengan perkembangan kemajuan pembangunan di desa. Salah satu tantangan tersebut adalah adanya pengaruh budaya konsumerisme yang semakin kuat di masyarakat, pengaruh kemajuan tekhnologi seperti internet yang telah merambah hingga pelosok-pelosok desa menyuguhkan konten-konten yang mengedepankan individualisme berpengaruh terhadap budaya gotong-royong di desa.
Karena itu perlu ada upaya-upaya yang konstruktif agar kemajuan pembangunan di desa dengan Dana Desa tidak menggerus budaya gotong-royong di desa. Upaya-upaya tersebut antara lain :
Mengembangkan Kebhinekaan budaya lokal untuk membentengi budaya luar yang dekstruktif seperti mengembangkan kesenian lokal dalam program pembangunan desa.
Mengembangkan pola pengelolaan pembangunan desa yang mengedepankan gotong-royong dalam pelaksanaannya seperti dalam pembangunan infrastruktur desa mewajibkan adanya swadaya masyarakat untuk melestarikan nilai-nilai gotong royong di
Meningkatkan kualitas proses perencanaan partisipatif di desa dengan penguatan musyawarah desa yang lebih terbuka dan meningkatkan partisipasi warga
Membangun perekonomian desa dengan tidak menggusur nilai-nilai gotong royong yang telah menjadi kebiasaan warga desa secara turun
Membuat prioritas dalam penggunaan dana desa untuk program kegiatan padat karya tunai desa, pengurangan kemiskinan dan pengangguran di
Baca Juga: Kebijakan Pemerintah Dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa
Desa Pasekan memiliki potensi besar untuk berkembang. Salah satu faktor yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan di Desa Pasekan adalah adanya semangat gotong- royong yang tinggi di kalangan masyarakatnya.
Pembangunan di Desa Pasekan pasca lahirnya Undang-Undang Desa telah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Namun, pada sisi yang lain terdapat tantangan akan merosotnya nilai-nilai dan semangat gotong-royong warga desa akibat dari laju perkembangan pembangunan di desa.
Undang-Undang Desa dengan Dana Desa seharusnya tidak mematikan nilai-nilai gotong-royong masyarakat desa. Maka, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya nilai-nilai gotong-royong.
Ditulis Oleh:
Taufik Walhidayah
Pria Kelahiran Wonogiri 43 Th yang lalu, Sekarang berdomisili di Kelurahan Wonoboyo Kecamatan Wonogiri
Lulusan Institut Islam Mambaul Ulum Surakarta Fakultas Dakwah, Komunikasi Dan Penyiaran Islam
Pernah Menjadi Perangkat Desa Kaur sekarang Tenaga Pendamping Profesinal (TPP) dengan status Pendamping Desa (PD) di Program P3MD
Tinggalkan Balasan