Tenggulangbaru.id – Bayangkan ribuan santri berhimpun dengan tekad kemanusiaan yang tulus, bukan sekadar belajar kitab di pesantren, tetapi siap berdiri di garis depan perdamaian global — itulah ajakan terbaru yang terlontar dari dunia pesantren indonesia.
Ketua Umum Pergunu, Prof. Asep Saifuddin Chalim, menyampaikan harapan bahwa santri Indonesia dilibatkan dalam misi kemanusiaan ke Gaza. Pernyataan itu disampaikan dalam acara peringatan Hari Santri Nasional di Mojokerto, Jawa Timur.
Menurut beliau: “Kami berharap agar Presiden Prabowo Subianto juga melibatkan santri dalam misi kemanusiaan dan perdamaian global yang bersejarah ke Palestina.”
Lebih lanjut, ia mengapresiasi kebijakan pemerintah yang telah berupaya mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Gaza, serta mendorong agar kader pesantren dapat berkiprah di ruang publik dan internasional.
Seiring dengan momentum Hari Santri 2025, peran pesantren kembali mendapat sorotan: tidak hanya sebagai lembaga pendidikan Islam saja tetapi juga sebagai subjek aktif dalam kemanusiaan dan solusi sosial.
Dalam jangka macro-nasional, santri yang tersebar di ribuan pesantren di Indonesia dianggap memiliki potensi besar: pemahaman agama, karakter tangguh, dan jaringan komunitas yang luas.
Ajakan ini juga mengandung dua elemen penting:
Ajakan ini membawa sejumlah makna penting:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat…” (QS An-Nahl 16:90)
- Bagi bangsa: menegaskan bahwa kekuatan spiritual dan moral umat Islam bisa menjadi kekuatan soft-power Indonesia dalam diplomasi kemanusiaan.
“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menegakkan kebaikan maka Allah permudahkan jalan ke surga baginya.” (Hadits riwayat Muslim) — sebuah pengingat bahwa kontribusi sosial-keagamaan adalah ibadah.
Meski ajakan ini penuh semangat, beberapa aspek perlu diperhatikan:
Dari ajakan Pergunu kepada Presiden agar santri dilibatkan dalam pasukan perdamaian ke Gaza, kita diingatkan bahwa semangat ke-islaman yang hakiki adalah bergerak untuk kemanusiaan dan keadilan.
Marilah kita — sebagai umat Islam; sebagai santri, ustadz/ustadzah, orang tua, dan masyarakat — menjaga agar kontribusi kita tidak hanya dalam bilangan shalawat di majlis, tapi juga dalam langkah nyata kemanusiaan dan perdamaian. (DM)
Tinggalkan Balasan