Tenggulangbaru.id – Permasalahan hukum bunga bank kini menjadi topik hangat di kalangan umat Islam. Isu ini muncul karena adanya pandangan yang berbeda di antara para ulama mengenai apakah bunga bank tergolong riba atau tidak.
Pada dasarnya, semua ulama sepakat bahwa riba haram, namun perbedaan muncul ketika mengkaji hukum bunga bank.
Secara bahasa, riba berarti “bertambah” atau “tumbuh”. Sedangkan menurut istilah, seperti dijelaskan oleh Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, riba adalah “tambahan dalam pertukaran dua barang sejenis tanpa imbalan yang jelas.”
Misalnya, jika seseorang menukar 10 kilogram beras dengan 12 kilogram beras atau meminjam uang dengan syarat pengembalian lebih.
Para ulama salaf dan kontemporer sepakat bahwa riba haram. Dalil keharaman ini merujuk pada firman Allah dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 275:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah juga menyebutkan larangan tegas terhadap riba:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, yang memberi, yang menulis, dan yang menjadi saksinya. Mereka semua dianggap sama hukumnya.” (HR. Muslim)
Bunga bank dibagi menjadi dua, yaitu bunga simpanan dan bunga pinjaman. Bunga simpanan adalah balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uang di bank, sedangkan bunga pinjaman adalah imbalan yang dibebankan kepada peminjam. Dalam praktiknya, bunga pinjaman sering menjadi sumber pendapatan utama bank.
Para ulama berbeda pendapat terkait hukum bunga bank. Yusuf Qaradhawi, Mutawalli Sya’rawi, dan beberapa ulama lainnya menganggap bunga bank haram karena termasuk riba. Mereka berpegang pada keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berbagai forum ulama internasional yang mengharamkan bunga bank.
Namun, terdapat pula ulama yang menyatakan bunga bank tidak termasuk riba, sehingga boleh. Ulama seperti Ali Jum’ah dan Muhammad Abduh berpendapat bahwa bunga bank diperbolehkan karena terjadi atas dasar kerelaan kedua belah pihak.
Pendapat yang membolehkan bunga bank berlandaskan ayat berikut dari Surah An-Nisa’ ayat 29:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.”
Berdasarkan ayat ini, pihak yang memperbolehkan bunga bank berargumen bahwa transaksi bunga di bank dilakukan atas dasar kerelaan, sehingga tidak tergolong riba yang dilarang dalam Islam.
Di Indonesia, dalam Muktamar Nasional Ulama Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1992, disepakati adanya tiga pendapat tentang bunga bank. Pertama, yang mengharamkan bunga bank karena dianggap sama dengan riba. Kedua, yang membolehkan karena tidak memandangnya sebagai riba. Ketiga, yang menyebut bunga bank sebagai syubhat atau perkara yang masih meragukan.
Permasalahan hukum bunga bank adalah masalah khilafiyah, yaitu perbedaan pendapat yang dapat diterima dalam Islam. Prinsip toleransi dan saling menghormati harus diutamakan, karena masing-masing ulama telah berijtihad dengan dasar dan alasan yang kuat. Setiap Muslim dapat memilih pendapat yang diyakininya, sesuai kemantapan hati dan keyakinan pribadi.
Rasulullah SAW bersabda:
البِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَالْإِثْمُ مَاحَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتُوْكَ
“Kebaikan adalah apa yang menenangkan hati, sedangkan dosa adalah yang membuat hati bimbang.” (HR. Ahmad)
Masalah bunga bank dalam perspektif fikih Islam adalah isu yang melibatkan pandangan yang berbeda. Meski ulama sepakat bahwa riba haram, perbedaan pendapat tentang bunga bank menunjukkan bahwa setiap Muslim bebas memilih pendapat yang paling sesuai dengan hati nurani.
Di tengah perbedaan ini, sikap bijak dan saling menghormati adalah kunci untuk menyikapi masalah hukum bunga bank dengan bijaksana. Wallahualam. (DM)
Tinggalkan Balasan