Tenggulangbaru.id – Al-Quran diturunkan untuk menjadi panduan dan fondasi kehidupan manusia. Dalam sejarahnya, Al-Quran tidak turun secara keseluruhan, melainkan bertahap sesuai dengan kebutuhan.
Salah satu peristiwa terkait dengan penurunan Al-Quran adalah Nuzulul Quran. Secara etimologis, Nuzulul Quran berasal dari dua kata, yaitu Nuzul (penurunan sesuatu dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah) dan Al Quran (kitab suci umat Islam).
Baca Juga: Rumus Lailatul Qadar Menurut Imam Al-Ghazali
Allah Ta’ala berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (١٨٥)
Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah [2]:185).
Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan sekali pada malam Lailatul Qadar di Lauhul Mahfuzh di Baitul ‘Izzah. Malam Nuzul Quran juga bertepatan dengan malam Lailatul Qadar.
Baca Juga: Apakah Takdir Bisa Diubah?
Amalan-amalan yang dianjurkan saat Nuzulul Quran termasuklah berzikir, membaca Al-Qur’an, dan mengerjakan amal kebajikan. Sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu menceritakan praktiknya saat malam tersebut dengan melakukan ibadah, memperbanyak bacaan Al-Qur’an, dan berdoa.
كَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ . رواه البخاري
Artinya: “Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Alquran bersamanya.” (Riwayat Al Bukhari)
Demikianlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermudarasah, atau membaca Al-Quran bersama Malaikat Jibril alaihissalam di luar salat. Namun, itu belum cukup bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau masih merasa perlu membaca Al-Quran dalam salatnya.
Baca Juga: Batal Puasa Sengaja? Ini Hukumnya, Kafaratnya, dan Cara Membayarnya!
Hal ini didasarkan pada penuturan sahabat Huzaifah radhiallahu ‘anhu tentang pengalamannya shalat tarawih bersama Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam bilik yang terbuat dari pelepah kurma. Beliau memulai salatnya dengan membaca takbir, dan kemudian membaca doa:
الله أكبر ذُو الجَبَرُوت وَالْمَلَكُوتِ ، وَذُو الكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
“Selanjutnya, beliau mulai membaca surat Al-Baqarah. Saya pun mengira bahwa beliau akan berhenti pada ayat ke-100, tetapi ternyata beliau terus membaca. Saya kembali mengira bahwa beliau akan berhenti pada ayat ke-200, namun beliau terus membaca hingga akhir Al-Baqarah, dan kemudian menyambungnya dengan surat Ali Imran hingga akhir.
“Kemudian, beliau menyambung dengan surat An-Nisa’ hingga akhir surat. Setiap kali beliau melewati ayat yang mengandung hal-hal yang menakutkan, beliau berhenti sejenak untuk berdoa memohon perlindungan.
“Dari waktu setelah shalat Isya’ hingga akhir malam, ketika Bilal memberi tahu beliau bahwa waktu salat subuh telah tiba, beliau hanya melakukan 4 rakaat.” (Riwayat Ahmad dan Al Hakim)
Demikianlah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingati turunnya Al-Quran pada bulan Ramadan, dengan membaca Al-Quran dengan penuh penghayatan akan maknanya. Tidak hanya berhenti pada pembacaan bersama Malaikat Jibril, beliau juga banyak membaca Al-Quran dalam shalatnya, bahkan dalam satu raka’at saja beliau bisa membaca surat Al-Baqarah, Ali Imran, dan An-Nisa’, atau bahkan lebih dari 5 juz.
Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, sebagai cara beliau memperingati turunnya Al-Quran. Tidak ada perayaan makan-makan, pentas seni, nyanyi-nyanyi, sandiwara, atau tari menari.
Baca Juga: Sahkah Puasa dalam Keadaan Junub? Begini Penjelasannya Menurut Imam Syafi’i
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah 185)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (Al-Qodr 1)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam yang diberkahi.” (Ad-dukhon 3)
Dalam 3 ayat di atas, semua menjelaskan tentang turunnya Al-Quran pertama kali, yaitu pada bulan Ramadhan tepatnya malam lailatul qadar (malam kemuliaan).
Dan pada surat Ad-Dukhon yang dimaksud malam mubarok ialah malam lailatul qadar pada bulan Ramadhan sebagaimana yang dikatakan oleh kebanyakan ulama tafsir. (lihat tafsir Al-Alusi)
Dalam kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil-Qur’an karangan Syeikh Badruddin Az-Zarkasyi (W. 794 H), beliau mengatakan bahwa dalam hal ini para Ulama berbeda pendapat ke dalam 3 pendapat yang masyhur.
Baca Juga: Cara Menggantikan Shalat yang Telah Terlupakan dalam Waktu Bertahun-tahun
Dari tiga pendapat tersebut, yang paling mendekati kekuatan dan kebenaran adalah pendapat yang banyak dipegang oleh Jumhur Ulama, yaitu:
Al-Quran diturunkan secara sekaligus ke langit dunia (daarul Izzah) pada malam Lailatul Qadr, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur sepanjang kehidupan Nabi saw setelah beliau diangkat menjadi Nabi di Mekah dan Madinah hingga wafatnya.
Banyak ulama yang menyatakan bahwa pendapat ini adalah yang paling mendekati kebenaran, berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Hakim dalam Mustadroknya dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, yang menyatakan bahwa Al-Quran turun sekaligus ke langit dunia pada malam Lailatul Qadr. Kemudian, Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur selama 20 tahun, dan Ibnu Abbas kemudian menyebutkan ayat yang mendukung hal tersebut.
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik.” (QS. Al Furqan: 33)
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)
Imam An-Nasa’i juga meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “……dan Al-Qur’an diletakkan di baitil izzah dari langit dunia kemudian Jibril turun dengan membawanya kepada Muhammad SAW.”
Baca Juga: Memahami Hukum Melagukan Al Quran: Sunnah atau Haram?
Setelah diturunkan secara lengkap (keseluruhan) dari Lauh Mahfudz ke langit Dunia (Baitul-Izzah), Al-Qur’an turun secara berangsuran selama 23 tahun (ini menurut pendapat yang kuat); 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Dan turunnya Al-Qur’an secara berangsuran telah dijelaskan dalam firman Allah SWT,
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)
Dan inilah salah satu keistimewaan Al-Qur’an, bahwa kitab suci umat Nabi Muhammad ini turun secara berangsuran setelah sebelumnya diturunkan secara lengkap/sekaligus.
Ini berbeda dengan kitab-kitab samawi lainnya yang diturunkan secara sekaligus, yaitu Injil, Taurat dan Zabur, tanpa ada angsurannya. Allah SWT berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيل وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Artinya: “Berkatalah orang-orang yang kafir: ‘Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?’; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (QS. Al-Furqan: 32-33)
Baca Juga: Syarat dan Rukun Shalat yang Wajib Diketahui
Ayat pertama yang diturunkan, menurut mayoritas ulama, adalah surat Al-Alaq (pendapat yang kuat), atau yang sering disebut sebagai surat Iqra’ ayat 1-5.
Hal ini didasarkan pada riwayat yang disampaikan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih keduanya dari ‘Aisyah, istri Rasulullah SAW. Semoga bermanfaat. (DM)
Tinggalkan Balasan