Pelaksanaan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

By 2 tahun lalu 8 menit membaca

Nafas baru pengelolaan desa melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menjamin kemandirian desa. Melalui asas rekognisi dan subsidiaritas, peran desa bergeser dari objek menjadi subjek pembangunan. Melalui kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, desa diharapkan menjadi pelaku aktif dalam pembangunan dengan memperhatikan dan mengapresiasi keunikan serta kebutuhan pada lingkup masing-masing.

Desa yang kini tidak lagi menjadi sub-pemerintahan kabupaten berubah menjadi pemerintahan masyarakat. Prinsip desentralisasi dan residualitas yang berlaku pada paradigma lama melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, digantikan oleh prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Kedua prinsip ini memberikan mandat sekaligus kewenangan terbatas dan strategis kepada desa untuk mengatur serta mengurus urusan desa itu sendiri.

Membumikan makna desa sebagai subjek paska UU Desa bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Pelbagai ujicoba dilakukan oleh elemen pemerintah dan masyarakat sipil untuk dapat menggerakkan desa agar benar-benar menjadi subjek pembangunan. Berbagai praktik dan pembelajaran telah muncul sebagai bagian dari upaya menggerakkan desa menjadi subjek pembangunan seutuhnya. Idiom subjek tidak bermakna pemerintahan desa semata, melainkan juga bermakna masyarakat. Desa dalam kerangka UU Desa adalah kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat yang terjawantah sebagai masyarakat pemerintahan (self governing community) sekaligus pemerintahan lokal desa (local self government).

Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan perangkat masih kuat bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang partisipasi yang dibuka untuk masyarakat agar dapat berperan dalam pembangunan desa. Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli atas ruang “menjadi subjek” yang sebenarnya telah terbuka luas.

Sesuai dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari APBN, Permendagri No. 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa, Permendagri No. 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kades, Permendagri No. 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Permendagri No. 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah Desa adalah kepala Desa dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis

Lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat.

Seri Buku Pelaksanaan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

 

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Penyelenggaraan pemerintahan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa. Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain (Pasal 25 UU No. 6 Tahun 2014). Hal ini tentu tidak berimplikasi pada perubahan status kepala desa menjadi “pejabat negara”. Walaupun memimpin satuan pemerintahan yang bersifat otonom (desa), kepala desa tidak bertindak untuk dan atas nama negara sebagaimana karakter yang melekat pada “pejabat negara.” Namun tetap sebagai pejabat pemerintahan karena merupakan salah satu penyelenggara pemerintahan desa yang merepresentasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat desanya.

Dalam melaksanakan tugasnya, Pemerintah Desa mempunyai Wewenang, Kewajiban, dan hak serta larangan.

 

Wewenang Kepala Desa

  1. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
  2. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa yang diketahui oleh Camat.
  3. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa, sesuai dengan ketentuan didalam Peraturan Pemerintah.
  4. menetapkan Peraturan Desa;
  5. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
  6. membina kehidupan masyarakat Desa;
  7. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
  8. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;
  9. mengembangkan sumber pendapatan Desa;
  10. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
  11. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
  12. memanfaatkan teknologi tepat guna;
  13. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;
  14. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  15. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Kewajiban Kepala Desa

  1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
  2. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;
  3. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;
  4. mentaati dan menegakkan peraturan perundang- undangan;
  5. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
  6. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
  7. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa;
  8. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;
  9. mengelola Keuangan dan Aset Desa;
  10. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;
  11. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;
  12. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
  13. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
  14. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;
  15. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup dan
  16. memberikan informasi kepada masyarakat Desa 

 

Hak Kepala Desa

  1. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;
  2. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;
  3. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan,dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
  4. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan;
  5. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa; dan
  6. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa yang diketahui oleh Camat. 
       

 

Larangan Kepala Desa

  1. Menjadi pengurus Partai Politik.
  2. Merangkap Jabatan sebagai DPRD.
  3. Terlibat dalam kampanye Pemilu, Pemilihan Presiden dan Pilkada.
  4. Membuat Keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri sendiri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan mendiskriminasikan warga negara atau golongan masyarakat lain.
  5. Melakukan KKN, menerima uang, barang dan/ atau jasa dari perihal lain yang dapat mempengaruhi Keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.
  6. Menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah janji jabatan.
  7. Kawin tanpa persetujuan istri tua selama masa jabatan Kepala Desa.
  8. Kepala Desa dilarang melakukan tindakan asusila dan narkoba. 
       

 

Kepala Desa berhenti karena :

  1. Meninggal Dunia;
  2. Atas Permintaan Sendiri;
  3. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Kepala Desa yang baru atau Pejabat Kepala Desa;
  4. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Kepala Desa;
  5. Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (5) Peraturan Daerah ini;
  6. Sebab-sebab lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan dan Norma-norma kehidupan masyarakat Desa yang bersangkutan;
  7. Melanggar larangan bagi Kepala Desa
  8. Telah memiliki keputusan tetap dari pengadilan karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling rendah 5 (lima) tahun kecuali tindakan asusila dan narkoba.
       

 

Kedudukan Desa dan Pemerintah Desa

Desa yang kini tidak lagi menjadi sub pemerintahan kabupaten berubah menjadi pemerintahan masyarakat. Prinsip desentralisasi dan residualitas yang berlaku pada paradigma lama melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, digantikan oleh prinsip rekognisi dan subsidiaritas.

Kedua prinsip ini memberikan mandat sekaligus kewenangan terbatas dan strategis kepada desa untuk mengatur serta mengurus urusan desa itu sendiri. Membumikan makna desa sebagai subjek paska UU Desa bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.

Pelbagai ujicoba dilakukan oleh elemen pemerintah dan masyarakat sipil untuk dapat menggerakkan desa agar benar-benar menjadi subjek pembangunan.

Berbagai praktik dan pembelajaran telah muncul sebagai bagian dari upaya menggerakkan desa menjadi subjek pembangunan seutuhnya. Idiom subjek tidak bermakna pemerintahan desa semata, melainkan juga bermakna masyarakat.

Desa dalam kerangka UU Desa adalah kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat yang terjawantah sebagai masyarakat pemerintahan (self governing community) sekaligus pemerintahan lokal desa (local self government). Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan pemerintahan desa dan masyarakat.

Pada pemerintahan desa, anggapan bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan perangkat masih kuat bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang partisipasi yang dibuka untuk masyarakat agar dapat berperan dalam pembangunan desa.

Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli atas ruang “menjadi subjek” yang sebenarnya telah terbuka luas. Sebagai upaya untuk mendukung desa sebagai subjek. Buku ini dapat menjadi pegangan bagi pegiat dan elemen di desa.

Buku ini merupakan salah satu sekuel dari rangkaian buku yang disusun oleh Tim Infest Yogyakarta.  Buku Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ini menyajikan pengetahuan tentang Satuan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

Pembahasannya menyakut tentang tugas, hak dan kewenangan Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa.

Berikutnya menyajikan pengetahuan tentang Pedoman Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) meliputi tentang Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa, dan Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Selanjutnya menyajika pengetahuan dan pedoman tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Oleh karena itu, buku ini sangat layak untuk dibaca sebagai pedoman dalam rangka memperkuat desa sebagai subjek pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh UU Desa. Berminat buku saku seri UU Desa, silahkan download disini.

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.pdf

Demikian semoga bermanfaat.[***]

Baca Juga:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Recent Posts

x
x
Pelaksanaan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa - Tenggulang Baru
Menu
Cari
Bagikan
Lainnya
0%